Penilaian Lomba Ogoh-ogoh di beberapa Banjar di Kecamatan Denpasar Utara, Rabu (18/3).

Denpasar (Metrobali.com)-

Ogoh-ogoh karya Sekaa Teruna se-Kota Denpasar kini telah memasuki tahapan penilaian hari ketiga di Kecamatan Denpasar Utara. Untuk diketahui bersama sebanyak 169 karya ogoh-ogoh dari STT se-Kota silih berganti dilakukan penilaian. Tim Penilai yang berjumlah 9 orang ini menyambangi satu persatu Sekehe Teruna yang terdaftar sebagai peserta lomba yang telah diawali dari Kecamatan Denpasar Selatan (Densel). Setelah pelaksanaan penilaian hari kedua di Kecamatan Denpasar Timur, kini pada Rabu (18/2)  giliran Kecamatan Denpasar Utara (Denut) melaksanakan penilaian di hari ketiga. Tercatat sebanyak 39 ogoh-ogoh mengikuti lomba.  Salah satunya ST Yowana Saka Bhuwana Banjar Tainsiat yang tahun ini kembali mengikuti perlombaan.

Dari keseluruhan peserta yang terdaftar, sebanyak 36 ogoh-ogoh berasal dari Kecamatan Denpasar Selatan, 52 ogoh-ogoh berasal dari Kecamatan Denpasar Timur, 39 ogoh-ogoh berasal dari Kecamatan Denpasar Utara, dan 42 ogoh-ogoh berasal dari Kecamatan Denpasar Barat yang bersiap untuk mengikuti tahap penjurian.

Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, I Made Wedana menjelaskan bahwa pelaksanaan lomba ogoh-ogoh ini merupakan komitmen Kota Denpasar dalam pelestarian seni dan budaya. Dimana, ogoh-ogoh merupakan elemen penting yang patut dilestarikan, utamanya pakem-pakem ogoh-ogoh itu sendiri yang wajib mengangkat tema bhuta kala. Penilaian ini dilaksanakan oleh dewan juri yang profesional di bidangnya. Namun demikian pihaknya mengajak seluruh sekehe teruna di Kota Denpasar tidak hanya berorientasi pada nominasi semata, melainkan untuk bersama-sama memaknai lomba ini sebagai ajang pelestarian seni budaya.

“Mari kita jadikan lomba ogoh-ogoh ini sebagai ajang pelestarian tradisi, seni dan budaya Bali yang adi luhung,” jelas Wedana sembari mengatakan pengumuman 32 nominasi di empat kecamatan akan dilaksanakan pada tanggal 20 Maret mendatang. Nantinya, dari hasil penjurian ini akan dicari nominasi sebanyak 8 besar di masing-masing kecamatan, sehingga keseluruhanya akan berjumlah 32 yang akan mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp. 25 juta dipotong pajak.

 “Kepada semua pihak termasuk pesa pakraman, babinsa, Babinkamtibmas, Desa/lurah dan STT akan senantiasa mengawasi lingkungan sekitar agar terjaaga kondusifitasnya serta mentaati aturan pelarangan penggunaan soundsystem saat pawai ogoh-ogoh,” tegasnya.

Ketua ST. Yowana Saka Bhuwana, Pandie Paramadyaksa Ganantara saat diwawancarai menjelaskan bahwa identitas budaya Bali tetap dipegang dalam penggarapan ogoh-ogoh Banjar Tainsiat yang digagas secara kreatif  I Nyoman Gde Sentana Putra alias Kedux. Pengerjaan ogoh-ogoh Tedung Agung tetap mengacu pada bahan ramah lingkungan dengan waktu pengerjaan kurang lebih dua setengah bulan, namun konsep sketsa Tedung Agung telah digarap sebelumnya oleh Kedux.  Hal berbeda setiap tahunnya kita berusaha tampilkan yang tak terlepas dari filosofi ogoh-ogoh itu sendiri. Dari tema Tedung Agung ide dari Kedux bahwa Tedung Agung merupakan konsep ogoh-ogoh yang jika di ambil dari folosofinya merupakan penyeimbang dunia. Jika dikaitkan dengan situasi kekinian maka Tedung Agung ini sejalan dengan konsep kosmologi Tri Hita Karana yang merupakan falsafah memayungi atau melindungi serta melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan di tengah derasnya hantaman globalisasi  dan homogenisasi tanpa mengenyampingkan nilai-nilai ketuhanan. Selain itu, jika tedung dilihat dari konsep kepemimpinan melambangkan sosok yang mengayomi masyarakatnya dan jari-jari yang mengembang pada setiap tedung merupakan lambing gotong royong berfokus pada satu poros yang merupakan satu titik tujuan. Bulat pada tedung merupakan falsafah dari keseimbangan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia yang meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan sesama alam, dan hubungan dengan Tuhan. Inti dari konsep ini dimana pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya sehingga mampu membentengi diri dari sifat hidup manusia yang modrn dengan lebih mengedepankan individualism dan materialism. Begitu juga sebaliknya, sifat kemurkaan Tedung Agung akan muncul apabila manusia dalam mejalankan hidupnya tidak berlandaskan atas nilai-nilai kemanusiaan yang selalu astiti bakti terhadap Tuhannya atau Ida Shang Hyang Widhi Wasa, tidak menjaga kelestarian lingkungannya serta selalu konflik sesamanya secara tidak langsung akan menyebabkan bencana. “Diharapkan dari konsep Tedung Agung ini mampu memebrikan sebuah makna eling dan astiti bakthi dengan selalu berpegangan pada konsep leluhur kita yakni Tri Hita Karana,” ujarnya.

Sumber : Humas Pemkot Denpasar