Battle of Five Armies

“Jangan meremehkan jahatnya emas” (Penyihir abu-abu, Gandalf, sebelum terjadinya Pertempuran Lima Tentara/”Battle of Five Armies”) Penggalan terakhir dari trilogi film “The Hobbits”, sesuai dengan judulnya “The Battle of Five Armies”, memang menunjukkan serangkaian kisah peperangan dan pertikaian yang membuat penonton (yang tentu saja bila memahami dan menggemari kisah JRR Tolkien ini) menahan nafas sejak menit pertama.

Awal dari film yang disutradarai dengan sangat apik Peter Jackson itu membuka dengan seekor naga, Smaug, yang menyerang dan meluluhlantakkan desa nelayan, Laketown, yang dihuni etnis Manusia (salah satu dari banyak ras dalam kisah The Hobbit, di samping Peri, Kurcaci, Orc, dan Elang).

Ketika para penduduk Laketown kacau balau dan berupaya melarikan diri, terlihat bahwa sang Kepala Desa berupaya menyelamatkan dirinya sendiri dan harta para penduduk yang dikumpulkan di dalam sekocinya yang dipakai untuk melarikan diri dari desa.

Sang naga yang membakar dan membantai banyak nyawa penduduk Laketown itu akhirnya berhasil dibunuh dengan tombak besar nan ajaib oleh seorang penduduk desa bernama Bard the Bowman (Bard sang Pemanah).

Smaug yang tepat ditikam di jantungnya jatuh ke atas sekoci sang Kepala Desa dan juga menewaskan sosok yang kemaruk dengan harta itu. Para penduduk desa akhirnya memilih Bard sebagai pemimpin mereka.

Pertikaian antara Bard dan sang naga, Smaug, sejak awal memang telah menunjukkan bagaimana harta kekayaan bisa membuat hal tersebut memperdayai seseorang dan membuatnya begitu ambisi dan tidak memiliki akal sehat, seperti yang ditunjukkan oleh sang Kades Laketown, yang kabur dari desa dengan membawa seluruh harta emas milik penduduk desa.

Celakanya lagi, Smaug sendiri merupakan sang naga yang menjaga sebuah tempat bernama Erebor (istana yang diukir di dalam sebuah gunung), yang berisi oleh timbunan emas yang jumlahnya tak terhingga.

Dengan kematian naga tersebut, maka tempat itu menjadi tidak terjaga. Kabar tewasnya Smaug sang penjaga emas Erebor juga dengan cepat menyebar dan membuat banyak ras di Middle-Earth ingin menguasainya.

Gerombolan pertama yang berhasil mencapai Erebor yang telah ditinggalkan Smaug adalah belasan Kurcaci yang dipimpin Thorin Oakenshield, yang didalam kelompok itu juga terdapat Bilbo Haggins dari ras Hobbit (mirip manusia, tapi bertubuh pendek dan berkaki lebar).

Lima tentara Bilbo Haggins inilah (yang diperankan oleh Martin Freeman) yang merupakan tokoh utama dari trilogi film “The Hobbits”, yang dimulai dari “An Expected Journey” (2012), “The Desolation of Smaug” (2013), dan tentu saja berakhir dengan “Battle of Five Armies” (2014).

Dari kisah di film-film sebelumnya, diketahui bahwa Bilbo merupakan Hobbit paruh baya yang diajak oleh sang penyihir Gandalf (Ian McKellen) untuk turut serta dalam ekspedisi gerombolan Kurcaci yang dipimpin Thorin (Richard Armitage).

Thorin sendiri bukanlah seorang Kurcaci biasa, tapi merupakan pewaris dinasti kerajaan Kurcaci yang kakeknya, Thror, merupakan penguasa Erebor sebelum akhirnya jatuh ke tangan Smaug (suara sang naga diisi Benedict Cumberbatch).

Dengan menguasai kembali Erebor, Thorin juga menguasai timbunan emas yang luar biasa besarnya di dalam istana di perut gunung tersebut. Namun hal itu juga membuatnya kemaruk.

Thorin tidak mau membagi hartanya dengan penduduk Longlake, padahal dia awalnya telah menjanjikan untuk membagi sebagian hartanya kepada para penduduk yang telah menolongnya sebelumnya.

Tindakan egois yang dilakukan sang Raja Kurcaci itu juga diperparah dengan datangnya tentara ras Peri yang dipimpin Raja Thranduil (Lee Pace), yang juga ingin mengambil sebuah kalung permata milik Peri yang terdapat di dalam Erebor.

Menghadapi kepungan yang dilakukan oleh penduduk Laketown (dari ras Manusia) dan tentara pimpinan Thranduil dari ras Peri), membuat Thorin meminta bantuan sepupunya, Dail Ironfoot yang segera datang untuk membantu gerombolan Thorin.

Namun, yang tidak diketahui adalah adanya tentara keempat dari ras Orc (yang terdiri atas mahkluk Warg, Raksasa, Troll, dan Goblin) yang dipimpin oleh seorang tiran-jenderal perang kejam, Bolg (John Tui).

Gandalf yang segera mengetahui bahwa tentara keempat itu jauh lebih besar jumlahnya dan lebih kuat, akhirnya mengilhami agar ras Manusia, Peri, dan Kurcaci, bersatu melawan musuh bersama, Orc.

Pertempuran itu pada awalnya berjalan pada keunggulan Orc, hingga akhirnya tentara sekutu Manusia-Kurcaci-Peri, dibantu oleh tentara Elang, berhasil mengalahkan tentara Orc.

Sinematografi memukau Film “Battle of Five Armies”, seperti trilogi Hobbit dan juga trilogi The Lord of The Rings, lagi-lagi menampilkan sinematografi yang menawan, mulai dari penggambaran Longlake di tengah danau, penampilan pegunungan Erebor yang diukir seperti istana, hingga pemandangan alam yang sedap dipandang mata.

Sebagaimana diketahui, trilogi Hobbit dan Lord of The Rings difilmkan di Selandia Baru, yang memiliki banyak tempat wisata alam yang memukau. Selandia Baru juga merupakan tempat asal dari sang sutradara, Peter Jackson.

Tidak mengherankan pula, bila saat ini salah satu tujuan pariwisata yang terkenal di Negeri Kiwi itu adalah “Hobbiton Tours”, yang menampilkan setting desa Hobbit yang juga terdapat dalam dua trilogi tersebut.

Sang sinematografer, Andrew Lesnie, juga merupakan peraih penghargaan Sinematografi terbaik dalam Academy Award untuk film “The Lord of The Rings: The Fellowship of The Rings”, dan peraih BAFTA Award untuk “The Lord of The Rings: The Return of the King”.

Dua penghargaan tersebut tentu saja merupakan penghargaan yang diakui di tingkat global, di mana Academy Award adalah penghargaan tertinggi perfilman di Amerika Serikat, dan BAFTA merupakan penghargaan tertinggi perfilman di Inggris. Lesnie sendiri merupakan warga negara Australia.

Untuk penuturan dongeng Hobbit dan Lord of The Rings itu sendiri, juga diketahui merupakan gubahan karya dari penulis terkenal asal Inggris, JRR Tolkien.

Pengalaman Tolkien yang mengikuti ajang Perang Dunia I serta kekayaannya akan mitologi Eropa juga berhasil membawakan sebuah kisah dongeng yang kaya akan detil.

Ajang peperangan, yang ditunjukkan sangat ditonjolkan dalam “The Battle of Five Armies”, juga merupakan hasil penggambaran simbolik dari berbagai negara yang bertarung memperebutkan kawasan dan ambisi duniawai sebagaimana yang terjadi saat Perang Dunia pada abad ke-20.

Secara keseluruhan, film “The Battle of Five Armies” berakar dari kisah yang apik dari Tolkien, yang dibawa ke layar lebar dengan penyutradaan yang gemilang dari Jackson dan sinematografi yang memukau dari Nielsen yang memanjakan mata penonton bioskop.

Dari sisi moralnya, layaklah disampaikan bahwa peperangan yang terjadi (baik di Middle-Earth versi Tolkien maupun di bumi ciptaan Tuhan ini), kerap terjadi hanya karena ambisi duniawi yang sebenarnya tidak layak menjadi dasar dari sebuah pertikaian. AN-MB 

activate javascript