Apa kira-kira hambatan terkait dengan fiskalnya atau ada program-program non fiskal termasuk konvergensinya dengan DAK. Kami memerlukan konfirmasi dari bapak-bapak

Jakarta , (Metrobali.com)

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan isu ketimpangan ketersediaan infrastruktur antara wilayah barat dan timur Indonesia menjadi pembahasan dalam rapat dengan sejumlah menteri dan lembaga.

Menteri Suharso mengatakan biaya konstruksi di wilayah timur lebih mahal dibandingkan di wilayah barat dan ketimpangan pembangunan infrastruktur dan ketersediaan di timur juga lebih rendah dibandingkan di wilayah barat.

“Apa kira-kira hambatan terkait dengan fiskalnya atau ada program-program non fiskal termasuk konvergensinya dengan DAK. Kami memerlukan konfirmasi dari bapak-bapak,” tutur Menteri Suharso saat rapat virtual bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto di Jakarta, Senin.

Menteri Suharso menyampaikan muatan di wilayah timur juga lebih rendah dan pelabuhan feeder juga terbatas. Tidak hanya itu, Suharso juga meminta penjelasan mengenai rasio elektrifikasi, ketersediaan air minum dan air bersih.

Kemudian rapat tingkat menteri tersebut juga membahas sasaran pembangunan infrastruktur 2020-2024.

“Kita bicara terkait indikator infrastruktur yang jadi sasaran RKP 2022 dan terkait indeks kemahalan, konstruksi terkait indeks logistik dan terkait harga yang akhirnya ujungnya adalah inflasi, karena itulah kami ingin dari bapak-bapak menyampaikan sasaran RKP 2022,” ujar Suharso.

Isu strategis lainnya yang turut dibahas antara lain jalan tol Trans Sumatera, kualitas jalan daerah, angkutan umum massal perkotaan, jaringan pelabuhan utama, pembangkit listrik, waduk multiguna, akses air minum perpipaan, percepatan pengelolaan persampahan, penanganan permukiman kumuh, dan satu juta rumah susun perkotaan.

Berdasarkan laporan The Global Competitiveness Index 2019, daya saing infrastruktur Indonesia berada pada peringkat 72 dari 141 negara, tertinggal dari Malaysia, Tiongkok, dan Thailand. Rendahnya daya saing infrastruktur Indonesia ditunjukkan oleh indikator tingginya biaya logistik sebesar 24 persen dari PDB dan rendahnya kinerja logistik.

Lebih lanjut, Suharso juga menyebutkan beberapa Major Project untuk memperkuat komitmen dan dukungan terhadap pembangunan sektor energi dan ketenagalistrikan, yaitu akselerasi pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi, infrastruktur jaringan gas kota untuk empat juta sambungan rumah, pembangunan dan pengembangan kilang minyak, serta infrastruktur ketenagalistrikan.

“Khusus energi, dalam hal ini pertambahan bauran energi, yang sudah saya lihat lajunya tidak terlalu tinggi karena ini berkaitan dengan gas rumah kaca. Kemudian, pada saat yang sama, meningkatkan konsumsi energi tentu lebih bagus, kalau bisa dari sumber energi nonkonvensional,” tutur Suharso. (Antara)