Bacaleg DPRD Provinsi Bali dari Partai Hanura Buleleng yakni Kadek Doni Riana, SH,MH. 

Buleleng, (Metrobali.com)-

Ajang perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) Legeslatif Tahun 2019 menjadi sorotan banyak kalangan, dan juga memiliki penilaian tersendiri terhadap kinerja para anggota Legeslatif dalam kurun waktu 4 tahun kebelakang. Artinya kedepannya nanti pada Pemilu Legeslatif 2019 tidak ingin kecolongan untuk memilih wakil rakyat. Sehinqga diprediksi tidak banyak yang masih memilih incumbent dan tidak banyak pula yang tidak lagi memilih calon incumbent.

Bakal Calon Legeslatif (Bcaleg) yang jumlahnya ratusan orang ini, berlatar belakang profesi yang berbeda-beda, ada yang berprofesi pedagang, pengusaha, pensiunan dan advocate serta profesi lainnya yangmana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan untuk menjadi anggota legeslatif. Yang cukup menarik adalah profesi sebagai advocate, mereka ini memiliki tantangan tersendiri untuk menjadi anggota legeslatif. Seperti diungkapkan Bacaleg DPRD Provinsi Bali dari Partai Hanura Buleleng yakni Kadek Doni Riana, SH,MH.

Menurutnya dari sudut pandang advoacate bahwa advocate itu terjun ke politik tentunya ada tantangan yang berat bagi advokat itu sendiri. Alasannya, karena ketika  terpilih menjadi anggota legeslatif, baik itu di DPRD II, DPRD I maupun DPR RI akan mengimplementasi ilmu atau keilmuan dan profesi yang sangat dibutuhkan. Mengingat, secara tidak langsung mereka itu tidak perlu melalui proses pembelajaran karena telah terjun langsung dari sisi norma-norma aturan sudah mengerti dan tata cara untuk legislasi atau peraturan perundang-undangan juga sudah mengerti. ”Sehingga ketika dia terpilih  sudah langsung jalan” terang Doni Riana yang akrab memiliki semeton KDR ini.”Hal inipun perlu idealisme dari calon legislatif itu sendiri, untuk menegakkan sisi profesi dan aturannya” imbuhnya.

Karena ujarnya lagi ketika dia tidak menjalankan profesi, tidak terbentur dengan kebijakan partai. Satu sisi karena dia harus program-programnya  itu adalah pro rakyat. Salah satu misalkan dalam pembentukan Perda yang pro dengan rakyat. Jadi apakah Perda itu bisa di berlakukan atau tidak. Terus bagaimana inisiatif yang tidak hanya eksekutif saja yang melakukan inisiatif Perda, namun legeslatifpun bisa mengetahui bagaimana seluk beluk membuat atau merancang undang-undang.” Sehingga dari proses keilmuan yang dimilikinya itu, secara tidak langsung berguna bagi dia di posisi legeslatif. Inipun akan menjaadi beban advocate untuk berjalan sesuai dengan relnya.

Kedepannya dia pun bisa sebagai DPRD menjalankan tugas pokok fungsi fungsinya sebagai  legeslat. ”Prinsip kita kita sebagai calon anggota DPRD untuk Provinsi Bali untuk ngayah dengan niat tulus dan ikhlas, bagaimana kita membangun Buleleng khususnya untuk Provinsi Bali” urai Doni Riana.

Sebagai advocate dipercaya sebagai wakil rakyat di legeslatif, menurut Doni Riana yang pertama dilakukan adalah mendata Perda. Pertama Perda yang layak atau  masih tidak layak, kedua bagaimana Perda itu bisa dijalankan atau tidak, dan yang ketiga, ada inisiatif Perda atau aturan yang di lihat dilapangan dari aspirasi dengan masyarakat yang berkembang.

”Kita akan menjadi ujung tombak dari pematangan regulasi pemahaman regulasi DPRD. Jadi posisi teman teman yang non politis bergabung dengan advocate yang mempunyai praktisi di bidang hukum, dengan keilmuannya itu akan menjadi satu kesatuan. Sehingga bisa seimbang dengan eksekutif dalam tataran aturan perundang-undangan.” Jelasnya.

”Tidak asal ketuk palu tapi disini satu sisi adalah penegeak aturan. sehingga nantinya bisa sinergi dengan eksekutif untuk bareng-bareng membuat Rancangan Perda, apakah memang bisa jalan dan kecepatan untuk membahas daripada Perda itu bisa tenrcapai”  tandas Doni Riana.

Pewarta : Gus Sadarsana

Editor : Whraspati Radha