Denpasar (Metrobali.com)-
Praktisi pariwisata mencemaskan rencana pembangunan Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di Pelabuhan Benoa yang dikhawatirkan mengganggu fungsi pariwisata, sosial budaya, dan lingkungan sekitar.

Ketua Perhimpunan Hotel Restoran (PHRI) Kota Denpasar Ida Bagus Gede Siddharta Putra mengatakan jika menilik lokasi berada di sekitar kawasan hutan mangrove, juga berada di kawasan dengan peruntukan pelabuhan pariwisata.

“Saya tak memungkiri Bali akan mendapat pasokan energi listrik berlebih, tapi harus disadari bahwa denyut nadi Pulau Bali sangat ditentukan oleh pariwisata, lebih dari itu kita perlu pariwisata yang berkelanjutan,” katanya, Senin (22/12/2014).

Terkait rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan Pelabuhan  Benoa, Siddharta Putra meminta semua pihak melakukan kajian yang lebih matang.

Jangan sampai, kemudian pembangunan sebuah proyek baik energi atau lainnya yang dikerjakan, masyarakat atau pemerintah setempat tidak mengetahui atau tidak tahu menahu.

Untuk itu, dalam kaitan proyek itu, pihaknya meminta agar pihak terkait seperti Kementerian Pariwisata dan kalangan pariwisata juga dilibatkan atau diajak bicara duduk bersama.

Harus ada komunikasi dan koordinasi harus tetap dilakukan dan jangan ada arogansi pemerintah atau BUMN yang mengerjakan proyek besar. Apalagi, sampai tidak mengindahkan masukan dan pertimbangan dari pemerintahan daerah dalam hal ini Pemerintah Kota Denpasar.

Pria yang disapa Gusde ini mengingatkan, keberadaan Pelabuhan Benoa sesuai peruntukan yang telah ditetapkan, di antaranya berfungsi sebagai pelabuhan pariwisata atau wisata kapal pesiar dan penumpang.

Dilihat sejarahnya, Bali selatan yang dikembangkan sebagai daerah pariwisata harus tetap dijaga dipertahankan sehingga berbagai kebijakan harus sejalan mendukung pariwisata.  

Jika kemudian ada pengembangan seperti utilitas energi yang biasanya di beberapa negara berada daerah pinggiran, maka untuk Bali perlu dicarikan alternatif.

“Bagi kami praktisi pariwisata, biarkan Bali selatan termasuk di Pelabuhan Benoa, tetap menjadi daerah tujuan pariwisata,” tegas pemilik Hotel Griya Santrian Sanur  itu. 

Sulit membayangkan, ketika di pelabuhan pariwisata seperti Benoa, kemudian disesaki dengan lalang kapal-kapal tongkang atau tanker berukuran besar untuk menyuplai gas ke pembangkit di Sanggaran. 

Padahal, masih ada lokasi lain yang bisa dijadikan alternatif pembangunan terminal LNG sebut saja di Pelabuhan Amuk Karangasem atau di Celukan Bawang, Buleleng.

“Selain menciptakan kesemrawutan, juga dari aspek estetika, aktivitas seperti itu kurang mendukung kenyamanan wisatawan yang baru keluar dari kapal cruise,” katanya.

Gusde melihat selama ini ada kelemahan dari sisi zonasi yang tidak jelas bagi peruntukan suatu wilayah. Banyak lokasi yang tidak sesuai peruntukan, kemudian dipaksakan untuk berbagai kegiatan berdalih pembangunan.

Harus segera dilakukan penataan ulang, disesuikan Rencana Tata Ruang Wilayah ataupun masterplan kota sehingga pembangunan yang dilakukan tidak bertabrakan satu sama lain karena tidak jelasnya peruntukan.

“Bagi saya, Pelabuhan Benoa secara bertahap sudah harus difokuskan menjadi port tourism, yang terkonsentrasi pada pariwisata,” tandas Wakil Ketua Bidang Organisasi PHRI Bali itu. 

Disinggung soal klaim pihak Pertamina Gas (Pertagas) selaku operator proyek LNG dan Pelindo yang menyediakan lahan, akan menjamin lingkungan sekitar tidak akan rusak, termasuk keberadaan hutan mangrove, Gusde masih menyangsikan hal itu.
 
Di balik itu, bukan tidak mungkin, dia menengarai sebenarnya ada agenda reklamasi tersembunyi yang diam-diam dilakukan di kawasan tersebut dimulai dengan proyek untuk menyuplai energi.

“Saya kira, keinginan Pemkot Denpasar agar ada keterbukaan dalam proyek itu harus dihargai, bagaimana bisa menjamin pembangunan yang ramah lingkungan,” tutur dia.

Pelindo maupun Pertagas diminta memikirkan kembali dalam menentukan lokasi yang tepat untuk terminal LNG karena kalangan pariwsata masih mengkhawatirkan dampak yang ditimbulkan seperti lingkungan maupun bagi pariwisata Bali.

“Marilah kita lebih dewasa berfikir bersama-sama dalam membawa misi pariwisata di Bali ke depan,” ajaknya. 

Pariwisata Bali sangat peduli dengan aktivitas yang mendukung ramah lingkungan clean and green, karena itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang.

 Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kota Denpasar AA Susruta Ngurah Putra mengatakan segera  melakukan evaluasi atas rencana pembangunan Terminal LNG di Pelabuhan Benoa. 
 
Bagaimanapun, sebuah proyek pembangunan harus memperhatikan aturan yang ada.  Pemerintah Kota Denpasar memiliki aturan tersendiri menyangkut tata ruang wilayah sehingga mau tidak mau harus dilakukan evaluasi kembali khususunya dalam menentukan lokasi proyek yang dikerjakan Pertagas itu,

“Apakah posisi di sana itu tepat atau tidak kita harus lakukan evaluasi dahulu,” tandas poltisi Partai Demokrat itu.

Dia mengingatkan, meski proyek itu telah mengantongi rekomendasi pusat tetap harus memperhatikan rekomendasi dari daerah dalam hal ini Wali Kota Denpasar. Bagaimanapun, daerah memiliki otonomi tersendiri yang mesti dihormati. 

Pihaknya mendengar memang, ada kekhawatiran dari masyarakat akan dampak sosial dan ekomomi terutama untuk proyek energi gas karena dinilai cukup berisiko.

“Tetapi detilnya saya belum tahu ya proyek itu, makanya harus dikaji ulang ulang
apa dampaknya,  yan kita tunggu kajian nya seperti apa dari pihak berkompeten,” tambahnya.

Kata dia, Komisi III yang membidangi pembangunan, juga sudah mengagendakan untuk datang Pelindo III Benoa guna memastikan di mana lokasi dan mendengarkan paparan bagaimana proyek tersebut dikerjakan.

Rencananya, kunjungan dewan akan dilakukan paling cepat awal tahun. “Bagaimana masyarakat aman, pemerintah jalan, kita juga tidak kekurangan energi,” sambungnya. RED-MB 

activate javascript