PERTEMUAN – Menparekraf, Gubernur Koster, pimpinan asosiasi, perbankan dan pelaku usaha, berfoto bersama usai menggelar pertemuan Rabu (14/10/2020).

Denpasar, (Metrobali.com)-

Pada  Rabu,  14  Oktober  2020,  Menteri  Pariwisata  dan Ekonomi  Kreatif  mengadakan pertemuan  dengan  Pemerintah Provinsi  Bali,  pimpinan  asosiasi,  pimpinan  perbankan,  dan pelaku usaha. Acara   ini  dipimpin   oleh  Gubernur   Bali dalam  rangka  membahas   usulan kebijakan  spasial  darurat  kepada Presiden  Republik  Indonesia  dalam  pemulihan  pariwisata dan ekonomi Bali berupa pinjaman lunak kepada pengusaha  Bali yang terdampak  covid-19.
Dalam  pertemuan  tersebut,  Gubernur  Bali memaparkan   bahwa  sektor  pariwisata  memiliki peran   penting   dalam  perekonomian    Indonesia   dan   Bali.   Pada  tahun   2019,  kontribusi pariwisata  terhadap  PDB Indonesia  mencapai  5,5%. Dari total penerimaan  devisa pariwisata nasional, ujar Koster,  55,36% dikontribusikan  oleh Provinsi  Bali.
Sebagai  provinsi yang perekonomiannya ditopang  oleh sektor pariwisata,  ujarnya, secara spasial Bali mengalami  kontraksi terdalam  pada triwulan  II 2020.  Penurunan  kunjungan wisatawan  telah berdampak  pada penutupan  hotel, restoran serta perusahaan  pendukung  pariwisata  lainnya.
Hal ini juga  diikuti  dengan  PHK dan  unpaid leave sejumlah pekerja. Kerugian penerimaan devisa akibat covid-19 diperkirakan mencapai Rp 108 triliun per tahun.
Menurut Ketua DPD PDIP Bali ini, ekonomi Bali sudah mengalami kontraksi dalam 2 triwulan terakhir. Pada triwulan I 2020, ekonomi Bali tumbuh -1,14% (yoy) pada triwulan II 2020, ekonomi Bali semakin mengalami kontraksi yang dalam, yaitu -10,98% (yoy).
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Bali, tegas mantan anggota DPR RI 3 periode tersebut, telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan program pemulihan pariwisata, termasuk dana hibah pariwisata Rp 3,3 triliun. Tujuan utama dari hibah pariwisata ini adalah membantu pemda serta industri hotel dan restoran yang saat ini sedang mengalami gangguan finansial serta recovery penurunan pendapatan asli daerah (PAD) akibat pandemi covid-19 dengan jangka waktu pelaksanaan hingga Desember 2020. Kriteria penerima dana hibah di antaranya PHPR minimal 15 persen dari total  PAD tahun anggaran 2019, 10 destinasi super prioritas (DPP), 5 destinasi pariwisata prioritas (DSP), destinasi branding dan 100 COE (calender of events). Dana hibah yang  diberikan kepada pemerintah daerah dibagi dengan  imbangan 70  persen dialokasikan untuk bantuan langsung kepada industri hotel dan restoran.
Namun,  sejumlah  kebijakan yang  ada  belum  dapat sepenuhnya  menjawab tantangan industri pariwisata di Bali. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyampaikan, diperlukan adanya kebijakan spasial dalam membangkitkan kembali pariwisata
Untuk itu, Gubernur Provinsi Bali melalui Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia 8 skema. Pertama, pinjaman lunak (soft loan) modal kerja kepada pengusaha  di sektor pariwisata dan pendukung  pariwisata di Bali sebesar  Rp 9.490.250.000.000  atau 7% (kurs Rp 14.500) dari kontribusi devisa Bali. Kedua, pinjaman ini melalui  skema  PEN  untuk  korporasi  di  perluas  dengan merevisi Peraturan OJK No 11 Tahun 2020. Ketiga, jangka waktu pinjaman selama maksimal  10 tahun, dengan grace period selama 2 tahun. Keempat, suku bunga rendah/tanpa suku bunga. Kelima, alokasi pinjaman lunak ke pengusaha berdasarkan kontribusi pengusaha terhadap pajak (PHR, PPN, Pajak Hiburan) di tahun 2019. Keenam, mekanisme  penyaluran   melalui  perbankan   di bawah   koordinasi   OJK   dengan mem perhatikan aspek kehati-hatian. Ketujuh, asesmen kelayakan  pemberian kredit  didasarkan  atas  kinerja  perusahaan  dan kolektibilitas 1 & 2 di tahun 2019. Kedelapan, penjaminan Kredit Korporasi dari Pemerintah.
Pinjaman  korporasi  dari pemerintah, pinjaman lunak kepada pengusaha Bali diharapkan dapat bermanfaat bagi pengusaha untuk dapat bertahan pada masa pandemi dan upaya peningkatan daya  saing  Bali  pascacovid-19.  Mekanisme  ini juga  diharapkan dapat berdampak positif bagi pemulihan ekonomi Bali mengingat besarnya multiplier effect sektor pariwisata bagi sektor lainnya, serta bagi perekonomian Bali secara luas. Terlebih, mekanisme ini diharapkan dapat mendukung upaya pemulihan pariwisata nasional, mengingat besarnya peranan Bali terhadap pariwisata nasional.

Editor : Hana Sutiawati