Keterangan foto: Ketua Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan (KPDK) Jro Mangku Gde Kastawan/MB

BANDARA Bali Utara yang rencananya dibangun di darat dapat dipastikan bakal mencaplok dua pura besar di Desa Kubutambahan. Pura Pande dan Pura Penjaringan, kedua pura ini disebut-sebut memiliki sejarah tersendiri

Kubutambahan, (Metrobali.com) –

Pembangunan Bandara Bali Utara yang direncanakan kementerian perhubungan dengan dukungan Gubernur Bali, Dr I Wayan Koster di darat sepertinya bakal menimbulkan banyak masalah. Selain soal tanah milik desa adat Kubutambahan seluas 370 hektar yang blunder.

Kini muncul gambar master plant bandara Bali Utara yang dirancang Dirjen Perhubunagn Utara, dalam gambar tersebut dua pura  besar di Desa Kubutambahan bakal digusur, di samping dua sekolah SMA Bali Mandara dan SD 7 Kubutambahan, serta kantor Polsek Kubutambahan pun bakal direlokasi.

Kondisi ini tidak selaras dengan program pembangunan Bali yang mengedepankan keseimbangan (nangun Sat Kerthi Loka Bali) seperti yang terus dikumandangkan Gubernur Bali,kelahiran Desa Sembiran Buleleng yang jebolan ITB, Dr I Wayan Koster.

Dari pengamtan gambar master plant bandara Bali Utara yang keluarkan Dirjen Perhubugan Udara Satuan Kerja Direktorat Bandar udara tersebut setidaknya ada dua sekolah besar yang harus direlokasi. Yakni SMA Bali Mandara yang digagas gubernur Bali, Drs Made Mangku Pastika dan SD 7 Kubutambahan. Seperti diketahui SMA Bali Mandara merupakan sekolah milik pemprov Bali. Sekolah ini digadang-gadang menjadi tempat mendidik anak-anak yang kurang mampu secara ekonomi, tetapi memiliki tingkat kecerdasan tinggi, Sekolah ini termasuk sekolah dengan segudang prestasi karena lulusannya berkualitas tinggi. Tanah yang ditempati sekolah ini merupakan milik provinsi Bali, sedangkan SD 7 Kubutambahan disebut-sebut sebagai sekolah yang memiliki sejarah tersendiri di desa tersebut.

Selain sekolah, bandara ini juga bakal mencaplok lahan pemukiman padat  penduduk yang terdiri atas dua Banjar.  Banjar Tampak Dara dan Banjar Ampel Gading, tercatat di sini ada sekitar 200 KK. Tidak hanya itu kantor Polsek Kubutambahan juga harus direlokasi begitu juga ada kantor TNI yang mengalami nasib yang sama.

Yang lebih mencengangkan lagi, bandara yang disebut-sebut Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sebagai bandara yang  melayani low cost carrier (LCC) setingkat di atas bandara perintis itu bakal mencaplok dua pura besar seperti Pura Pande dan Pura Penjaringan. Dua pura tersebut menurut informasi yang dikumpulkan awak media ini, merupakan pura yang memiliki perjalanan sejarah tersendiri. Disebutkan pura Pande terkait dengan perjalanan Danghyang Dwijendra ke Bali sementara Pura Penjaringan merupakan symbol penyatuan adat di Kubutambahan.

Jadi kedua pura ini harus digusur dari tempat semula untuk dipindahkan ke tempat lain.

Selain tempat-tempat itu sejumlah perkantoran dan tempat usaha seperti POM Bensin juga bakal kena gusus, dimana semuanya merupakan lahan miliki pribadi. Sedangkan lahan miliki desa seluas 370 Hektar sampai saat ini kondisinya masih blunder dan menurut informasi masih terkait dengan permasalahan hukum.

Ketua Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan (KPDK) Jro Mangku Gde Kastawan saat dihubungi media terhadap masalah gambar tersebut mengatakan, pihaknya secara resmi nanti akan bersurat kepada Dirjen Perhubungan udara Kementerian Perhubungan, Gubernur Bali, Bupati Bulelemg, kami meminta agar gambar tersebut dikaji ulang, jangan disetujui, karena tidak seperti yang kami harapkan. Awalnya Menteri Perhubungan mengatakan pembangunan bandara ini tidak akan menggusur pemukiman, pura, situs yang ada di daerah ini. Tetapi kenyataannya justru terbalik. Tidak hanya itu, jalan-jalan desa juga akan dihabisi, lantas kemana masyarakat desa akan diarahkan.. Kompleksnya permasalahan yang dihadapi di lapangan ini, membuat kami sebagai warga desa Kubutambahan tidak akan menyerah memperjuangkan hak hak dan kepentingan warga desa kami.

Masalah tanah adat saja belum tuntas, ini sudah muncul masalah lain lagi, tolonglah suara kami didengar, kata Kastawan dan Arcana Dangin yang juga pengurus dalam KPDK tersebut.

“Harus dicatat kami bukannya anti pembangunan Bandara. Tidak. Kami justru tetap memperjuangkan agar di Buleleng ini ada bandara, tetapi jangan masyarakat kami digusur,” kata Arcana mengingatkan.

Pewarta:  KS Wendra
Editor: Hana Sutiawati