Denpasar (Metrobali.com)-

Bali memiliki bahasa daerah dengan sistem aksara dan khasanah sastra yang kaya dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam konteks kebudayaan dan agama Hindu yang dianut sebagian besar masyarakat di Pulau Dewata.

“Bahasa, aksara dan sastra Bali (Kawi) merupakan sumber inspirasi dan taksu (kharisma) Bali” kata Nengah Medera, budayawan Bali di Denpasar, Senin.

Pensiunan dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana itu menganalogikan kebudayaan Bali sebuah pohon maka bahasa, aksara, sastra Bali dan Sastra Kawi adalah akarnya.

Batang pohon penguatnya adalah Desa Adat (Pakraman), sedangkan nafas hidup pohon tersebut adalah agama Hindu. “Dari pohon itulah dengan cabang dan rantingnya menghasilkan bunga dan buah berupa seni tari, seni karawitan, seni lukis, seni kerajinan.

Nengah Medera menambahkan, Bali patut bersyukur karena memiliki khasanah sastra yang sangat kaya dengan nilai-nilai seni dan budaya.

Namun ironisnya dalam gebyar pariwisata Bali yang gemerlapan sekarang ini orang hanya berlomba menjual bunga dan buah tanpa ada yang peduli pada akar dan pohonnya. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah kalangan orang Bali sendiri yang sudah mulai tidak berbahasa daerah Bali lagi dalam lingkungan rumah tangganya.

Melalui kegiatan Festival Internasional Bahasa Bali (International Festival of Balinese Language-IFBL) yang dikemas dalam atraksi seni dan budaya di Museum Gunarsa Semarapura mulai 8 Nopember mendatang diharapkan mampu menggairahkan kehidupan bahasa daerah Bali.

Kegiatan yang melibatkan peserta dari sembilan negara meliputi Australia, Belanda, Italia, Switzerland, Prancis, Belgia, Amerika Serikat, Jepang dan India serta pihak tuan rumah.

Upaya tersebut diharapkan mampu mengguggah generasi muda Bali untuk tidak menjadi katak-katak, namun dengan setia memelihara bunga teratai yang sedang mekar di telaga budaya Bali, harap Nengah Medera. AN-MB