Suasana rembuk Forum BJP di  Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Kesiman, Minggu ( 29/7) malam. 
Denpasar (Metrobali.com)-
Berawal dari kecemasan hilangnya jejak peradaban budaya Bali dalam wujud situs, baik berupa struktur bangunan maupun kawasan seperti sungai, gunung, pantai dan sebagainya di Bali. Kini sebuah gerakan  yang dimotori para pecinta dan peduli situs di Bali  membentuk sebuah wadah atau perkumpulan  bernama Bakti Pertiwi Jati (BPJ).
Wadah ini memfasilitasi serta memjembatani pihak – pihak yang berwenang serta mendampingi masyarakat agar tidak semena- mena melakukan pembongkaran keberadaan situs.
Sebagai langkah awal, BJP  mulai melakukan upaya konsulidasi intern yang melibatkan para peduli situs dari berbagai latar belakang. ” Kami, mencoba mempertemukan para pemerhati situs,istilahnya kopi darat, dimana sebelumnya kami secara inten saling tukar informasi , ada masukan dari berbagai kalangan kita bicarakan lewat media sosial, mereka rata rata menyuarakan hal yang sama akan kekhawatiran atas maraknya pembongkaran  tempat – tempat  yang dianggap memiliki sejarah, ” kata Bakti Wiyasa selaku Ketua Forum BJP di  Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Kesiman, Minggu ( 29/7) malam.
Selanjutnya, Bakti Wiyasa mengungkapkan, terbentuknya wadah ini tergerak dari  fenomena yang terjadi belakangan ini, dimana banyak situs , seperti Pura,candi, dan bangunan bersejarah yang memiliki  jejak – jejak peradaban Bali justru ‘dihancurkan’ dengan dalih perbaikan. Pembongkaran situs-situs saat ini baik sengaja maupun tidak disengaja adalah melemahkan kembali keselarasan bumi pertiwi ini tentu terkait kesuburan bumi, gunung, daratan laut dan udara jika tidak sadar maka kita akan mewariskan tatanan pertiwi yang disharmoni ke generasi kita. ” Untuk itu Perkumpulan Bakti  Pertiwi Jati ini kemudian memandang perlu gerakan peduli situs guna Nusantara metangi atau mengembalikan kekuatan nusantara menyelamatkan tatanan pengetahuannya yang tersimpan segala aplikasinya pada situs-situs sebagai pemujaan kesuburan dan keselarasan semesta,” ungkapnya,.
Bakti juga membeberkan Visi BJP adalah  menjaga dan melestarikan tatanan berupa situs, kawasan situs, tinggalan-tinggalan berupa candi, pura, struktur, arca, benda cagar budaya dan warisan cagar budaya tak benda seperti  lagu, kidung, kerawitan, tarian, cerita, legenda dan sejenisnya di nusantara sebagai pusat perpustakaan dan pengetahuan Bali dan Nusantara. Sedangkan misi   adalah mata rantai pengetahuan leluhur dari situs-situs serta pura-pura kuno bisa teraplikasikan kepada generasi sekarang dan generasi selanjutnya secara berkesinambungan sebagai akar dan identitas kenusantaraan.
Hal senada disampaikan Kadek Wahyudita yang turut mencetuskan forum peduli situs. Menurutnya, leluhur kita telah menerapkan pengetahuan sejati / suci dengan  mengaplikasikan pengetahuan yang sangat akurat  yang sangat matematis serta astronomis pada situs-situs di Bali dan nusantara ini. Keterangan Leluhur nusantara sebelumnya telah menata keselarasan bumi nusantara ini dengan pengetahuan sucinya lewat situs-situs  yang dibangunnya. ” Melalui gerakan peduli situs ini, salah satu program kerjanya yakni mewujudkan daerah yang mendapat konstribusi dan perhatian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, serta implementasi terhadap UU yang baru saja disahkan , tentang Pemajuan Kebudayaan,” jelas Wahyudita yang juga Kelian Penggak itu.
Salah seorang pecinta situs ,  Mangku Made Sara Yoga Semadi, juga menyatakan belakangan ini banyak yang keliru memahami Bali. ” Banyak tanda – tanda yang tidak dipahami, membicarakan Bali , kita harus memahami secara bertahap, utamanya tatwa , nah melalui perkumpulan BJP ini, kita berharap bersama- sama belajar, memahami tanah Bali yang unik ini,” saranya.
Rencananya, forum peduli situs BJP akan dikukuhkan pada awal Agustus mendatang. Sekadar mengingatkan,  dalam UU No 11 Tahun 2010, tentang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.(Sur)
Editor : Whraspati Radha