Pawai PKB 2014

Denpasar (Metrobali.com)-

Duta seni Kabupaten Badung menampilkan 10 jenis seni budaya unggulan daerah itu dalam pawai Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-36 yang disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan Monumen Bajra Sandi Denpasar, Jumat (13/6).

Penampilan itu diawali dengan kelompok petugas keamanan adat (pecalang), pembawa papan nama, barisan yang mengenakan busana adat madya, kober, simbol angin (bayu/tenaga) sebagai sumber energi yang dapat memberikan perlindungan.

Menyusul kelompok yang membawa tedung agung (pajeng) yang awalnya dipergunakan dalam aktivitas ritual umat Hindu, yang kini mulai digunakan sebagai dekorasi di hotel, vila, dan tempat hiburan lainnya.

Bunga jepun, properti lambang maskot Kabupaten Badung yakni lima helai daun bunga sekar yang mengandung makna bahwa pemimpin Badung harus memiliki kecerdasan indera, sehingga mampu mewujudkan Badung yang harmoni dan sejahtera.

Demikian juga penampilan tari Sekar Jepun yang digagas Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Badung Ny Ratna Gde Agung, sebagai transformasi dari “Sekar Jepun” yang kini dijadikan maskot daerah terkaya di Bali itu.

Musik prosesi Semara Pagulingan sebuah barungan gambelan saih pitu (tujuh nada), mulanya dipakai untuk mengiringi raja yang sedang bercengkrama di tempat tidur (samara aguling). Kini biasa dipakai mengiringi upacara keagamaan “Panca Yadnya” menyusul barisan membawa kreasi gebogan bunga, janur dan buah.

Klungkung Sedangkan duta seni Kabupaten Klungkung menampilkan tari Sekar Cempaka sebagai maskot daerah tersebut. Tarian itu sebagai hasil daya kreativitas yang terinspirasi oleh keindahan dan keagungan bunga cempaka yang menjadi maskot.

Tarian dibawakan oleh sekelompok penari wanita, mengenakan busana yang indah dan anggun bernuansa hijau sebagai replika indahnya pohon cempaka, dengan bunganya yang indah pula.

Gamelan Blaganjur tujuh nada, barisan teruna terima mengenakan busana khas daerah, barisan kreasi gebogan, mobil hias yang menyerupai sebuah perahu, dengan ornamen bunga, buah dan daun.

Perahu memiliki arti penting bagi masyarakat Klungkung khususnya para nelayan untuk melaut menangkap ikan sebagai ciri kehidupan masyarakat bahari, serta sebagai alat transportasi antara Nusa Penida dengan Klungkung daratan.

Sedangkan pragmen tari berjudul “Nangluk merana” yang mengisahkan setelah kepergian Brahmana Keling diusir dari kerajaan Swecapura, keadaan alam menjadi berubah, suhu panas meningkat tinggi yang mengakibatkan semua tanaman di sawah dan di tegalan layu dan mati seketika.

Gunung Agung bergetar dan mengeluarkan asap dan api. Dengan keadaan seperti itu, ritual yang di persiapkan terancam gagal. Raja Dalem Watu Renggong sangat panik dan kehabisan akal.

Setelah merenung, akhirnya sadar bahwa faktor penyebabnya adalah seseorang yang diusir karena berani mengaku saudara Dalem Waturenggong adalah Brahmana Keling yakni memang benar adalah saudaranya.

Selanjutnya raja memerintahkan salah seorang patihnya untuk menjemput kembali Brahmana Keling ke tempat peristirahatannya. Dengan menyampaikan permintaan maaf sang raja, Brahmana Keling berkenan kembali ke Istana kerajaan, dan Sueca Pura kembali aman, tenteram dan damai. AN-MB