Gianyar (Metrobali.com) Keluarga Puri Ubud dan pengayah (abdi puri) mulai mohon tirta (air suci) pangingan-ingan (untuk meringankan) penyunggian bade palebon ibunda Bupati Gianyar Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Anak Agung Niyang Rai, 80, pada Weraspati Pon Krulut, Kamis (18/8) lusa. Tirta Ki Baru Ingan sudah tiba di Puru Ubud, Desa/Kecamatan Ubud, Gianyar, Senin (15/8).

Setelah katuran banten pamendak, dua jerigen Tirta Ki Baru Ingan ini kemarin langsung distanakan di Merajan Agung Puri Ubud. Tirta dalam dua jerigen putih berbusana kain kuning ini katuur (dimohon) di sebuah Merajan Arya Kenceng di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar.

Salah seorang tokoh Puri Ubud, Tjokorda Raka Kerthyasa alias Cok Ibah, mengatakan Tirta Ki Baru Ingan ini, sebagaimana tirta umumnya di Bali, adalah pelambang kekuatan dari Ida Batara. Dalam sejarahnya, Tirta Ki Baru Ingan adalah tirta yang sempat dipakai untuk palebon keluarga kerajaan, khususnya di Ubud, pada zaman Majapahit.

Menurut Cok Ibah, Tirta Ki Baru Ingan adalah stana dari Ida Batara sungsungan keluarga Puri Ubud yang berstana di Merajan Arya Kenceng, Banjar Tegaltamu, Desa Batubulan. ‘’Selain Tirta Ki Baru Ingan, kami juga nuur (mohon) tirta untuk keselematan pelaksanaan palebon, khsusnya penyandang bade dan lembu, dari pura-pura lain sekitar Ubud,” ujar Cok Ibah yang juga Bendesa Adat Ubud. Cok Ibah menjelaskan, tirta lainnya juga akan katuur di Pura Gunung Lebah (Ubud), Pura Taman (Ubud), dan Pura Kahyangan Tiga Desa Pakraman Ubud. Khusus Tirta Ki Baru Ingan, sangat diperlukan karena dipercaya bisa meringankan penyunggi dalam arak-arakan mengusung bade palebon. Apalagi, bade palebon almarhum Anak Agung Biyang Rai dengan tinggi 25 meter dan berat sekitar 10 ton. Menurut Pangelingsir Puri Ubud, Tjokorda Gde Putra Sukawati alias Cok Putra, sedikitnya 4.500 pengayah akan dilibatkan dalam prosesi pengarakan bade dan lembu palebon nanti. Pengayah ini berasal dari 16 banjar di Desa Ubud dan sekitarnya. Cok Putra mengatakan, prosesi pengarakan bade palebon dari Puri Agung Ubud menuju Setra Dalem Puri, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud (sekitar 1 km ke arah timur) akan dilakukan dengan 7 estafet, sementara penyunggian lembu dilakukan 5 estafet. Maisng-masing estafet membutuhkan sekitar 250-300 orang penyandang (pengusung).

Penggarapan bade palebon setinggi 25 meter dengan berat 10 ton ini kini sudah mendekati finish. Dipantau oleh NusaBali di Puri Ubud, Senin kemarin, puluhan pengayah, terutama tukang ukir dan pematung, tampak suntuk menggarap bidang kerjanya. Termasuk menggarap bagian sayap bade. Rencananya, sayap bade palebon ini baru akan dipasang, Rabu (17/8) besok.

Sementara itu, lembu hitam untuk palebon itu sudah kelar penggarapannya. Senin kemarin, lembu ukuran besar ini sudah dipajang di sebuah stage sebelah selatan Puri Ubud. Keberadaan bade menjulang tinggi (di sebelah barat puri) dan lembu ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing yang berkunjung ke kawasan wisata Ubud. Para wisatawan tertegun dan merasa sangat beruntung dapat menyaksikan bade tinggi-besar ini.

“Prosesi pelebon seperti ini bukan untuk pariwisata. Tapi, pelebon ini berdampak terhadap peningkatan angka kunjungan wisatawan ke Bali, khususnya Ubud,” terang Cok Putra kepada NusaBali. Bahkan, menurut Cok Putra, perbandingan warga asing dan lokal yang lalulalang di sekitar lokasi bade 10:1.

Anak Agung Niyang Rai sendiri lebar (meninggal dunia) pada 14 Mei 2011 pagi sekitar pukul 08.15 Wita. Almarhum lebar setelah 49 hari menjalani perawatan di Wing Internasional RS Sanglah, Denpasar, sejak 25 Maret 2011, akibat komplikasi diabetes dan stroke. Anak Agung Niang Rai merupakan istri dari tokoh pariwisata asal Puri Ubud, Tjokorda Gde Agung Sukawati (almarhum). Putra almarhum, Cok Ace, saat ini menjabat sebagai Bupati Gianyar. 7 lsa