Ayu Fani

Ayu Fani, petenis terbaik Indonesia yang sempat mengecap peringkat 216 Federasi Internasional Tennis (ITF) pada 2012 sama sekali tidak pernah membayangkan akhirnya ia akan kembali memperkuat Tim Nasional setelah memutuskan rehat sejak 2014.

Sejak menikah dengan pria berprofesi sebagai tentara, Kapten Inf I Nyoman Adhisaputra, praktis kehidupan petenis berusia 26 tahun ini berubah seratus persen sehingga menjauhkannya dari rutinitas keseharian sebagai atlet.

Namun, kecintaan mendalam pada olahraga yang sudah digeluti sejak usia lima tahun ini membuat petenis bernama lengkap Ni Gusti Ayu Kadek Dwi Fani Damayanti ini tidak mudah untuk membenamkan cita-cita dan harapannya.

Tanpa menunggu lama, Ayu pun kembali ke lapangan tenis berkat dukungan penuh sang suami tercinta yang mengharapkannya mengulang kesuksesan ketika memperkuat Timnas di pentas SEA Games 2011 di Palembang dengan menggondol medali emas nomor perorangan.

Ayu pun bergabung di Pemusatan Latihan Nasional sejak enam bulan lalu untuk persiapan mengikuti SEA Games Singapura, Juni mendatang, untuk mencapai target kembali mengibarkan Merah Putih.

“Dimana-mana suami yang meninggalkan istri untuk bertugas, ini justru saya. Ada perasaan tidak enak juga, tapi saya bersyukur sekali karena suami memberikan dukungan penuh dengan selalu mengatakan bahwa ‘saya masih bisa’,” Ayu yang diwawancarai di sela-sela turnamen internasional negara-negara Islam “The 1st International Tennis Turnamen 2015” di Palembang, Kamis (14/5).

Sejak menikah dengan pria berprofesi sebagai tentara dan berpindah domisili dari Jakarta ke Magelang pada awal 2014, praktis kehidupan Ayu berubah 360 derajat dari kesehariannya sebagai atlet.

Bahkan, Ayu sama sekali tidak bermain tenis lantaran yang jadi kegiatan para ibu-ibu Persit yakni olahraga bola voli.

Ia pun akrab dengan beragam aktivitas khas ibu rumah tangga, mulai dari menyapu, mencuci, memasak, ke pasar. Selain itu, Ayu juga disibukkan oleh berbagai kegiatan karena suami yang menjabat sebagai Komandan Kompi E Batalyon Madya Akademi Militer TNI.

“Beda sekali, sebagai atlet saya bisa dikatakan ‘bebas, pergi ke mana-mana (ke luar negeri) untuk ikut turnamen pro bisa sendiri, tapi setelah menjadi istri tentara tidak bisa semaunya karena ada nama baik suami yang harus dijaga berserta korp-nya,” kata petenis kelahiran Denpasar, 29 November 1988 ini.

Setelah memutuskan kembali memperkuat Timnas, Ayu berkomitmen untuk menggapai prestasi terbaik.

Meski menyadari terjadi pergeseran dari segi kemampuan fisik tapi ia optimitis masih mampu bersaing di level Asia Tenggara, khususnya di sektor beregu.

Ia tidak menyangkal, keputusan rehat kurang lebih satu tahun telah menggerus kemampuan terbaiknya sehingga membutuhkan waktu untuk kembali ke puncak penampilan.

“Untuk bermain tunggal, saya akui tidak sebaik empat tahun lalu ketika dapat emas, kemungkiman besar pelatih akan mempercayakan kepada Jessy Rompies dan Deria untuk nomor single. Tapi di beregu, saya optimistis dan ingin SEA Games Singapura menjadi ajang pendobrak karena selama ini selalu dapat perak (di bawah Thailand, red),” kata dia.

Ia memprediksi, selain Thailand, sandungan Indonesia pada nomor beregu terutama dari Filipina yang kini diperkuat sejumlah petenis muda berbakat.

“Kans sangat terbuka karena tidak semua negara peserta SEA Games mengikuti nomor beregu, tapi tentunya tidak semudah 2011 karena saat ini sudah banyak petenis bagus untuk sektor putri. Namun, tidak bisa hanya memandang di sisi ini, karena bermain beregu dan perorangan itu sangat berbeda,” kata Ayu.

Sementara, Pelatih Nasional Tenis Putri Sri Utami Ningsih mengatakan Timnas masih berharap besar terhadap Ayu sebagai salah satu petenis berpengalaman di Indonesia.

“Semua tahu, penampilan Ayu sudah menurun. Meski begitu, Ayu mampu membuktikan kelasnya sebagai salah satu petenis terbaik Indonesia yang sempat masuk 250 dunia. Ini terlihat dari hasil beberapa kali uji coba, dan keberhasilan meraih emas di turnamen ISSF,” kata Sri.

Tenis profesional Ayu menggeluti tenis sejak usia lima tahun berkat arahan kedua orangtuanya yang juga berkecimpung di bidang olahraga, sang ibu merupakan guru olarhaga dan sang ayah merupakan dosen olahraga.

Ia meniti karir dari bawah, dan mengawali prestasi ketika menjuarai kejuaraan daerah di Bali pada usia delapan tahun.

Sejak itu, nama Ayu mulai dikenal di kancah tenis Indonesia dan akhirnya bergabung dalam pemusatan latihan nasional sejak usia 18 tahun.

Pada SEA Games tahun 2005, ia mengondol medali enam nomor beregu putri, kemudian pada 2009 meraih perak nomor beregu. Puncaknya pada SEA Games 2011 ketika ajang tersebut digelar di Indonesia, Ayu berhasil mempersembahkan emas nomor perorangan dan perak nomor beregu sehingga sejak begabung di Timnas dari 2005-2011 telah menggumpulkan enam medali.

Di karir profesional, Ayu juga menuai prestasi cukup gemilang. Pada 2009, ia sejatinya sudah mengecap peringkat 200-an ITF, yang kemudian diraih kembali pada 2012.

Ia yang memulai debut pro pada usia 14 tahun, tepatnya pada tahun 2013 di turnamen ITF di Jakarta, beberapa kali menembus persaingan level Asia.

Keberhasilan Ayu sebenarnya menonjol pada sektor ganda, terutama ketika berpasangan dengan Septi Mende dengan meraup lima gelar ganda pada ITF Women’s Circuit, dan memenangkan medali perak SEA Games 2005.

Ia juga menjadi bagian dari tim Fed Cup Indonesia pada 2005, 2006, 2008 dan 2009, dan mengikuti babak play-off World Group II melawan Puerto Rico pada 2005. Dia dan pasangannya Wynne Prakusya mengalahkan pasangan straight set Puerto Riko ketika itu.

Dengan sederet prestasi dan pengalaman itu, Ayu pun tidak menutup kemungkinan, jika akhirnya kembali menjajal tenis profesional asalkan mendapatkan dukungan penuh dari suami dan sponsor.

“Saya tidak pernah menyesali apa yang sudah menjadi pilihan, karena hidup ini memang harus memilih. Saya merasa menjadi ibu rumah tangga juga suatu kebahagiaan, sama halnya ketika saya bertanding di lapangan,” ujar Ayu menutup perbincangan santai di tribun penonton Stadion Tenis Bukit Asam Palembang, Kamis siang. AN-MB