Edward Snowden mengikuti diskusi buku karangannya, “Permanent Record”, melalui sambungan video dengan wartawan Jerman, Holger Stark, di Berlin, Jerman, 17 September 2019.

Amerika Serikat menggugat mantan karyawan CIA dan NSA, Edward Snowden, karena diduga melanggar perjanjian kerahasiaan yang ia tandatangani sebelum menerbitkan buku barunya.

Departemen Kehakiman menuduh Snowden tidak memenuhi kesepakatan untuk menyerahkan draft buku “Permanent Record” kepada kedua lembaga, dan juga memberi pidato publik mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan intelijen.

“Permanent Record” mulai dijual Selasa (17/9). Walaupun Mahkamah Agung memutuskan pada 1980 bahwa pemerintah tidak bisa menghentikan penerbitan dan penjualan buku-buku semacam itu, Amerika bisa menyita semua keuntungan yang sedianya diperoleh Snowden dari buku itu.

Berdasarkan perjanjian mengenai kerahasiaan, Snowden seharusnya memberikan salinannya kepada Badan Intelijen Pusat dan Badan Keamanan Nasional untuk ditinjau sebelum dipublikasikan. Penerbitnya, Macmillan, juga disebut dalam gugatan itu.

“Kemampuan Amerika untuk melindungi informasi keamanan nasional yang sensitif bergantung pada kepatuhan karyawan dan kontraktor dengan perjanjian kerahasiaan mereka,” kata Asisten Jaksa Agung, Jody Hunt, Selasa.

“Gugatan itu menunjukkan Departemen Kehakiman tidak mentolerir pelanggaran kepercayaan publik ini. Kita tidak akan mengizinkan individu untuk memperkaya diri mereka sendiri dengan mengorbankan Amerika,” tambah Hunt.

Sejauh ini belum ada komentar dari Snowden, yang melarikan diri ke Rusia pada 2013 setelah membocorkan ribuan dokumen tentang kegiatan mata-mata pemerintah AS dan kegiatan intelijen lainnya.

Snowden menghadapi tuduhan mata-mata di AS. Ia mengatakan akan kembali ke Amerika Serikat jika ia bisa mendapat apa yang dikatakannya pengadilan yang adil.[my/pp] (VOA)