Gianyar (Metrobali.com)-

Perkembangan seni rupa tradisional Bali mempunyai kaitan erat dengan tradisi bidang seni budaya dan ritual yang dilakoni masyarakat setempat, kata Anak Agung Gede Rai, praktisi dan pelaku seni.

“Kondisi demikian menjadikan masyarakat setempat mempunyai keasyikan tersendiri dengan didukung suasana tentram dengan warna keindahan yakni kesenian yang tumbuh dari rasa syukur (bhakti) kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Anak Agung Gede Rai di Gianyar, Minggu (20/10).

Pendiri dan pemilik Museum Arma di perkampungan seniman Ubud itu sebelumnya tampil sebagai pembicara dalam seminar seni rupa yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekrap) di kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Ia mengatakan, rasa syukur dengan lingkungan alam, lingkungan spiritual serta lingkungan sosial dari zaman ke zaman memberikan inspirasi munculnya tarian Siwa ketika mencipta alam semesta.

Para seniman meniru gerak isi alam ke dalam seni tari, seni bangunan, seni lukis, seni sastra yang semuanya merupakan persembahan keindahan atau yang terindah, karena kesenian Bali mencerminkan etika dari Tri Hita Karana yang berkepribadian dan bermartabat.

Agung Rai menambahkan, pencapaian reputasi artistik karya tidak mungkin lepas dari mata rantai sejarah yang melingkupi. Dalam sejarah Bali, kesenian mengalami masa keemasan (golden age) di bawah dinasti Warmadewa.

Diantara prasasti yang dikeluarkan Raja Anak wungsu terdapat prasasti yang memuat goresan bermotif Batara Siwa yang menunjukan bahwa keakhlian seni lukis hadir di masa itu, seperti juga dalam prasasti Batuan abad ke-10 yang menyebut Citrakara sebagai Paguyuba. AN-MB