Denpasar, (Metrobali.com)

Koordinator Staf Khusus Presiden, AAGN Ari Dwipayana dan Staf Khusus Presiden Sukardi Rinakit, mengunjungi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Bali pada Sabtu, 27 Februari 2021. Kedatangan Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit, disambut Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Direktoral Jenderal Kebudayaan Judi Wahjudin, Kepala BPCB Bali Komang Anik Purniti beserta jajarannya.

Cagar Budaya untuk Inspirasi

Menyampaikan arahan diawal pertemuan, Ari menyampaikan komitmen Presiden Jokowi untuk menjaga kebhinekaan dan kebudayaan Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Ari juga menyampaikan apresiasi atas terbitnya Perda Aksara dan Sastra Bali, serta keberadaan penyuluh Bahasa Bali yang juga ikut berperan menjadi agen-agen kebudayaan dan pelestari nilai-nilai budaya Bali.

Menurut Ari, situs cagar budaya merupakan warisan sejarah yang perlu terus dijaga, dilindungi dan dimanfaatkan dengan baik. Ari berpesan agar keberadaan warisan budaya bangsa yang adiluhung, serta heritage yang merupakan masterpiece dimasa lalu tidak dilihat sebatas bentuk fisik yang kasat mata, tetapi digali nilai-nilai luhurnya yang dapat dijadikan inspirasi hari ini. Disisi lain Ari menyadari, tantangan pengenalan nilai-nilai budaya di kalangan milenial yang lebih akrab pada kehadiran media-media baru. Untuk itu Ari menyarankan, BPCB Bali membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengencarkan pengenalan budaya. Edukasi kepada masyarakat bisa dilakukan dengan menggandeng blogger-blogger, arkeolog atau komunitas lain yang mampu memberikan pendekatan alternative yang menarik dan edukatif. Bagaimana Borobudur, Prambanan atau candi lainnya diperkenalkan dengan kemasan baru yang menyertakan kemampuan teknologi untuk memudahkan generasi muda mengenal dan mencintai budaya bangsanya.

Kolaborasi Perkuat Data

Sejalan dengan itu, Ari menekankan pentingnya kerjasama lintas lembaga, lintas kementerian terutama jika ada pembangunan yang terkait dengan kawasan Cagar Budaya. Dalam hal ini jangan sampai pembangunan, baik infrastruktur baru atau pemugaran merusak kawasan atau situs cagar budaya yang ada. Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, Ari mendorong BPCB Bali agar dapat menjadi benchmarking pengelolaan cagar budaya di Indonesia, bahkan dunia. Dengan demikian, daerah dapat belajar pengelolaan cagar budaya dari Bali.

Untuk itu, BCPB harus mulai memikirkan dengan serius pengelolaan data, termasuk memastikan agar kita memiliki akses data-data terkait budaya seperti yang dicanangkan dalam salah satu program Ditjen Kebudayaan, Repatriasi Cagar Budaya dan Warisan Budaya Tak Benda. Ari menegaskan agar dalam setiap kerjasama kebudayaan dengan lembaga atau peneliti dari negara lain yang mengikutsertakan proses pengambilan data, agar dipastikan kita juga memiliki akses terhadap data tersebut. Jangan sampai kita yang punya data, justru tidak mendapatkan akses.

Terakhir, Ari mengingatkan, masih ada pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan terkait pemanfaatan Cagar Budaya. Bagaimana mengatur agar keberadaan cagar budaya tersebut dapat mewadahi kepentingan masyarakat/umat, kepentingan Ilmu pengetahuan serta ekonomi misalnya untuk pariwisata. Terkait pemanfaatan cagar budaya sebagai destinasi pariwisata, yang disebut Ari sebagai ekonomi konservasi, hendaknya berjalan selaras dengan program dan upaya konservasi yang dilakukan sehingga tidak menggangu atau merusak situs yang ada. Dengan demikian, keberadaan aturan tersebut dapat mewadahi berbagai kepentingan yang ada dan
menciptakan iklim yang kondusif dalam pemanfaatan kawasan atgau situs Cagar Budaya.

Editor : Sutiawan