Jakarta, (Metrobali.com)

Tidak ada kemajuan Hindu tanpa pengembangan budaya literasi yang tertanam kuat di setiap insan umat Hindu. Hal itu disampaikan oleh Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Bapak Dr. AAGN Ari Dwipayana, saat menjadi pembicara dalam Kuliah Umum secara daring dengan topik dari “Literasi Menuju Dharma Sadana”, yang diadakan oleh Kampus (STAH DNJ) Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta pada Sabtu (6/3).

Tokoh Puri Kauhan Ubud menegaskan bahwa budaya literasi sangat penting dalam setiap aspek kehidupan umat Hindu. Budaya literasi ibarat sinar terang untuk mengatasi kegelapan. Dan umat Hindu memiliki warisan tradisi sastra dan aksara yang sangat kaya. Warisan sumber literasi seharusnya bisa digunakan sebagai basis tranformasi sosial dan kemajuan peradaban Hindu.

Karena itu upaya memperkuat budaya literasi adalah keharusan. Namun dalam mengembangkan budaya literasi kita menghadapi tantangan yang cukup besar. Menurut UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, yakni hanya 1,001 persen, artinya dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca, tegasnya.

Selanjutnya Ari Dwipayana mengingatkan bahwa tidak cukup dengan hanya mengembangkan budaya membaca saja, tapi perlu diikuti oleh pengembangan cara berpikir kritis dan kreatif.

Dengan hidupnya cara berpikir kritis dan kreatif, umat Hindu diajarkan bukan hanya menganalisa dan mengevaluasi informasi, tapi juga menciptakan gagasan baru dan menemukan terobosan yang inovatif.

Literasi di Era Post-Truth

Dalam paparannya, Ari Dwipayana juga mengingatkan bahwa saat ini sumber ilmu pengetahuan tidak tunggal, namun sangat tersebar dan beragam. Dulu sumber pengetahuan sangat terbatas, hanya sebatas media cetak saja, namun di era internet of things, big data dan kecerdasan buatan(AI) sumber pengetahuan ada dimana-mana, sangat mudah di dapatkan.

Dengan mudahnya kita mendapatkan sumber informasi dan pengetahuan, menimbulkan tantangan tersendiri, dimana munculnya realitas-palsu di era post-truth. Dimana informasi palsu sengaja disebar untuk kepentingan ekonomi-politik dan ideologis. Fenomena post-truth, semakin kuat dengan maraknya semburan hoax dan disinformasi melalui media sosial baru.

Karena itu, dengan bekal literasi digital dan cara berpikir kritis, umat Hindu diajak untuk bisa memilih dan memilah informasi dan pengetahuan. Tidak mau hanya sekedar menjadi obyek dari dominasi dan kooptasi kuasa yang bekerja melalui sistem pengetahuan.

Dari Literasi ke Sadhana

Pada bagian akhir kuliah umumnya, Ari Dwipayana menyampaikan, jangan hanya berhenti pada literasi saja. Literasi harus menjadi Dharma Sadana untuk membangun peradaban. Kemampuan literasi harus diwujudkan dalam perubahan tatanan sosial agar lebih berbudaya dan beradab.

Ari menekankan agar umat Hindu tidak semata mata membentuk masyarakat yang kaya literasi tapi miskin etika. Sehingga ukuran keberhasilan proses literasi harus mencakup terbetuknya good society, masyarakat dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Jangan sampai banyak yang pintar tapi tidak kongruen dengan membaiknya integritas dan etika social masyarakat.

Selain Ari Dwipayana, kuliah umum ini juga menghadirkan pembicara dari Fakultas Ilmu Bahasa UI, Dr. I Made Suparta,M.Hum yang membawakan materi terkait inovasi & kreativitas berbagi budaya veda. Kuliah umum yang berlangsung menarik dihadiri oleh Dirjen Binmas Hindu dan banyak tokoh hindu Nusantara, pimpinan perguruan tinggi hindu lainnya, seperti Rektor Institut Hindu Tampung Penyang Palangkaraya, perwakilan Universitas Hindu Sugriwa Denpasar – Bali, perwakilan PHDI, Perwakilan Pembimas Hindu, mahasiswa Hindu, baik kampus STAH DN Jakarta, maupun kampus Hindu luar Jakarta.

Editor :Sutiawan