Nusa Dua (Metrobali.com)-

Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) itu bagaikan kesepakatan kerja bakti di lingkup rukun tetangga (RT) yang harus dikuti oleh seluruh warga karena hasilnya seperti terjaganya kebersihan dapat dinikmati bersama.

Bila ada warga yang tidak aktif dalam kegiatan itu tanpa alasan yang jelas, secara moral warga tersebut bisa dikucilkan. Jika itu terjadi, warga itu bakal tidak mengetahui isu dan permasalahan yang berkembang di kawasan itu. Padahal, isu tersebut memengaruhi dalam pengambilan keputusan masing-masing warga.

Hal tersebut merupakan pengandaian jika dikaitkan dengan perlu tidaknya Indonesia aktif dalam APEC yang beranggotakan 21 perekonomian itu. Dalam penyelenggaran KTT APEC 2013 di Bali, ternyata isu tersebut masih muncul.

Masih ada yang berpendapat pertemuan itu tidak menghasilkan keputusan yang konkret dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertemuan APEC itu dianggap tidak bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan hanya ajang “kongko-kongko” pemimpin perekonomian.

Apalagi sejumlah fakta menunjukkan bagaimana anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) lainnya, khususnya yang ada di kawasan ASEAN, misalnya Vietnam, mampu memanfaatkan globalisasi ini untuk meningkatkan kinerja ekonomi mereka.

Sementara itu, Indonesia masih disibukkan dengan isu korupsi, ketidaktersediaan infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, investasi yang masih belum cukup, serta birokrasi yang kurang membantu kelancaran berbisnis.

“PR” Dalam kaitannya dengan APEC, Indonesia dianggap tidak mungkin tidak aktif ketika semua perekonomian di kawasan Asia Pasifik “bekerja bakti”. Tentang kondisi yang terjadi di dalam negeri berkaitan dengan sejumlah kesepakatan hasil pertemuan, merupakan “PR kita sendiri”, bukan kesalahan orang lain.

Bagi Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, pandangan sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa APEC itu tidak bermanfaat, tidak benar. “Salah kalau ada yang menilai APEC tidak memberikan manfaat bagi Indonesia,” kata Hatta Rajasa kepada Antara di Nusa Dua, Bali, Sabtu.

Penyelenggaraan APEC 2013 di Bali sesungguhnya memberikan makna yang kuat bagi Indonesia, yaitu sebagai kekuatan regional, bahkan ke depan bisa menjadi salah satu kekuatan global.

APEC memberikan manfaat yang signifikan bagi Indonesia. Total perdagangan Indonesia pada tahun 1989 ke seluruh ekonomi anggota APEC sebesar 29,9 miliar dolar AS. Pada tahun 2011, angka tersebut naik menjadi 289,3 miliar dolar AS, atau meningkat hampir 10 kali lipat.

Pada tahun 1994, nilai investasi asing langsung (FDI) masuk ke Indonesia dari seluruh ekonomi anggota APEC sebesar 2,5 miliar dolar AS. Pada tahun 2011, angka itu meningkat menjadi 10,6 miliar dolar AS atau meningkat lima kali lipat.

Hatta Rajasa mengajak untuk melihat APEC dan posisi Indonesia dalam perspektif yang lebih optimistis ketimbang dalam sudut pandang yang kritis agar dapat melihat perkembangan dan keuntungan yang bisa diambil dari situasi global seperti sekarang.

“Tiga prioritas utama dalam APEC Bali merupakan kepentingan Indonesia untuk bisa mendekatkan APEC dengan rakyat. Lewat Bogor Goals tahun 1994 tercipta semangat kerja sama perdagangan, dan lewat APEC Bali kali ini diberikan makna yang lebih membumi buat Indonesia,” katanya.

Tiga prioritas APEC Bali adalah Attaining the Bogor Goals (mewujudkan Bogor Goals), Sustainable Growth with Equity (mencapai pertumbuhan berkelanjutan dan pemerataan), dan Promoting Connectivity (memperkuat konektivitas).

Hatta menyebutkan 75 persen total perdagangan Indonesia terjalin dengan negara-negara anggota APEC, dengan pertumbuhan perdagangan Indonesia-APEC lebih tinggi daripada pertumbuhan perdagangan Indonesia di luar kawasan Asia Pasifik.

“Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki posisi strategis. Itu sebabnya dibutuhkan pandangan yang optimistis bahwa Indonesia bisa menjadi ‘regional power’ dan juga ‘global power’,” katanya.

Bagi Indonesia, APEC kali ini juga merupakan momentum menyinergikan konsep MP3EI sehingga terbuka akses terhadap arus investasi dan akses pasar yang bisa memicu pertumbuhan ekonomi daerah, sekaligus meningkatkan produktivitas industri dalam negeri.

Makna Bogor Goals, katanya, adalah memastikan pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada kesetaraan dan kesejahteraan sosial, sedangkan pilar kedua menekankan penciptaan kesejahteraan dan pemerataan hasil-hasil ekonomi bagi masyarakat.

Pilar ketiga, meningkatkan kinerja mesin perekonomian dengan mengacu pada perbaikan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan.

“Pada akhirnya nanti akan meningkatkan posisi daya saing Indonesia. Jadi, kepentingan nasional kita akan tercermin dari pembangunan infrastruktur yang mendorong peningkatan kemampuan daya saing. Nantinya tercipta kondisi global antara ‘free trade’ dan ‘fair trade’.” ujarnya.

Hatta mengatakan bahwa KTT APEC Bali nantinya bisa menghasilkan semacam deklarasi, sebut saja misalnya Bali Initiatives atau Bali Goals yang memberikan bentuk kerja sama yang sama-sama menguntungkan bagi semua. AN-MB