nazaruddin-anas

Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan ketua umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan bendahara umum partai itu Muhammad Nazaruddin saling sindir dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Anas Urbaningrum.

“Saya tidak mau bertanya karena nanti dijawab yang tidak betul, daripada bebannya makin banyak di ‘alam mahsyar’, lebih baik tidak ditanya yang mulia,” kata Anas saat diminta memberi tanggapan terhadap kesaksian Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (25/8).

Nazar dalam kesaksiannya menjelaskan bahwa ia ingin mengungkapkan kejujuran dalam sidang tersebut.

“Tidak ada niat saya membuka mas Anas atau siapa pun di kasus apa pun tapi saya pernah mengalami kesalahan yang menurut saya cukup besar. Saya ada niat untuk memperbaiki untuk diri saya dan keluarga saya,” ungkap Nazaruddin.

“Bukannya makin banyak ditanya malah makin banyak terbuka mas?” balas Nazar.

Tapi Anas balas menuduh bahwa Nazar banyak berbohong.

“Bahkan jika saudara Nazar nanti ditanya Neneng (Sri Wahyuni) itu istri siapa, nanti jawabannya istri Anas itu dipinjamkan ke saya,” balas Anas.

“Kalau Neneng istri saya. Kalau Mbak Attiyah (Laila) itu istri Mas Anas, sama Nova Riyanti itu istri Mas Anas,” jawab Nazar.

Nova Riyanti yang dimaksud adalah Wakil Ketua Komisi IX DPR dari fraksi partai Demokrat yang juga berprofesi sebagai psikiater Novi Riyanti Yusuf.

“Bagus, penting itu. Yang kedua itu bisa pidana yang mulia, tidak bisa main-main,” jawab Anas.

Seusai sidang, Nazar mengaku ia tidak takut dipidana mengatakan hal tersebut.

“Kalau ikut hadir di kongres itu jelas, ada medianya. (Nova Riyanti) itu istri mas Anas,” kata Nazar.

Namun Nazar belum mau membukanya sekarang.

“Nanti kalau Anas jahat sama saya, saya bongkar semua,” tambah Nazar.

Sedangkan Anas mengaku mempertimbangkan untuk memidanakan Nazaruddin.

“(Tentang tuduhan Nazar), dianggap hiburan saja, bisa dipidana memang,” ungkap Anas.

Namun ia masih menghitung urgensi pemidanaan Nazaruddin.

“Nanti kita lihatlah apakah ada urgensinya atau tidak. Kalau sering bareng tidak, sama dengan kader-kader yang lain, pernyataan itu sangat bohong,” tambah Anas.

Anas dalam perkara ini diduga menerima “fee” sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional dan “entertainment”, biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, road show Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya “event organizer”, siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar. AN-MB