Jakarta (Metrobali.com)-

Proses demokrasi dalam sistem politik modern di Indonesia, jika tidak diikuti dengan nilai-nilai budaya yang relevan atau yang mengindahkan sifat keobjektifan hanya akan menjadi “mayat hidup” dalam proses pendewasaan bangsa, kata Anas Urbaningrum.

“Kita menganut demokrasi namun budayanya masih agak feodal, oligarki. Budaya-budaya yang tidak selaras dengan demokrasi itu sendiri,” kata Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia Anas Urbaningrum pada sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (29/11).

Indonesia, menurut dia, telah beranjak menuju sistem politik modern yang sangat liberal jika dilihat dari sistem kepartaian yang melibatkan banyak partisipan, sistem pemilihan umum, ataupun cara kampanye para politisinya.

Namun, konstruksi budaya yang nengikuti sistem politik liberal tersebut tidak sejalan dengan asas-asa manfaat demokrasi itu sendiri.

Bahkan, selain budaya yang bersebrangan dengan demokrasi seperti oligarki, sistem politik di negara ini cenderung menasbihkan sistem-sistem yang dianggap minim manfaat seperti dinasti politik atau pengutamaan garis keturunan darah.

“Salah satu keunggulan demokrasi liberal itu adalah kompetisi bebas dan kompetisi berbasiskan kompetensi keras tapi objektif. Namun yang sekarang justru yang non objektif dan berasal dari gaya lama tapi diberi kemasan baru,” ujar Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini.

Menurut dia, setelah 15 tahun reformasi berjalan, Indonesia perlu memperketat dan memperbanyak proses evaluasi proses demokrasi.

Sistem politik itu tentu mencakup struktur, budaya dan aktor politiknya. Struktur dan budaya demokrasi, ujar Anas, yang terus dievaluasi dan dipenuhi dengan “asupan-asupan” nilai semangat demokrasi, akan diikuti dengan pemikiran maju aktir politik dengan sendirinya.

Namun, ujar Anas, evaluasi tersebut akan lebih efektif jika ditambah dengan sistem kaderisasi yang memenuhi asas utama yakni prestasi, kecakapan, dalam satu kerangka nilai keobjektifan.

“Jika struktur dan budayanya itu sudah mencerminkan semangat demokrasi yang maju, maka politisi-politisi yang masuk kedalamnya itu juga akan dipaksa oleh logika demokrasi yg maju,” kata Anas.

“Namun akan lebih tepat perbaikan itu jika ada kaderisasi yg sungguh2, sehingga yang dilahirkan adalah aktor-aktor politik yg berpikiran maju,” ujar mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam ini menambahkan. AN-MB