Hong Kong, (Metrobali.com) –

Ratusan anak sekolah bergabung dengan mahasiswa berunjuk rasa menuntut demokrasi yang lebih luas Jumat dalam kampanye sepekan, berpawai melintasi kota dan menuntut pemimpin Hong Kong untuk mundur.

Sekitar 200 siswa tersebut berkemah di luar kediaman pemimpin eksekutif Leung Chun-ying pada Kamis malam setelah ia mengabaikan ultimatum 48 jam untuk bertemu mereka dan mendiskusikan masa depan demokrasi bekas koloni Inggris itu.

Para siswa sekolah menengah itu dipimpin oleh kelompok Scholarism memulai boikot belajar sehari pada Jumat, mendukung mogok belajar seminggu yang dilakukan mahasiswa sejak Senin yang diikuti sekitar 13 ribu mahasiswa.

“CY memilih untuk menggunakan polisi sebagai barikade menghadapi 4 ribu mahasiswa dan warga yang berpawai ke rumahnya kemarin, menolak memenuhi permintaan untuk komunikasi langsung,” kata Lester Shum dari Federasi Mahasiswa Hong Kong merujuk pada Leung.

“Saya yakin rakyat Hong Kong akan melihat dan mengingat sisi buruk dan pengecut dia.” Hong Kong dikembalikan dari Inggris ke Tiongkok pada 1997 dengan status otonomi tingkat tinggi dan kebebasan yang tidak dimiliki di daratan Tiongkok berdasar formula yang dikenal sebagai “satu negara, dua sistem”.

Namun Beijing pada Agustus menolak tuntutan rakyat untuk memilih pemimpin mereka dengan bebas, sehingga memicu ancaman dari para pegiat pro-demokrasi untuk menutup distrik pusat keuangan.

Beijing ingin membatasi pemilu 2017 hanya diikuti segelintir kandidat yang setia pada Beijing.

Sekitar 20 mahasiswa berusaha menerobos barisan keamanan menuju pintu depan rumah Leung namun dihentikan oleh polisi yang kemudian mengambil nomor kartu identitas mereka.

Kemampuan para mahasiswa untuk memobilisasi ribuan orang dalam memperjuangkan demokrasi telah menjadikan mereka bagian penting untuk mendorong semakin berkembangnya gerakan pembangkangan sipil.

Berbagai unjuk rasa digelar di gedung-gedung pemerintah dan di dekat jantung pusat keuangan. Para pengunjuk rasa menuntut demokrasi penuh, dalam serangkaian aksi yang akan mencapai puncaknya pada gerakan blokade pendudukan kawasan Central atau “Occupy Central” pada 1 Oktober.

(Ant) –