IMG_9512

AMO Bali Deklarasikan Anti Hoax – Para Pimred Media Online dari kiri-kanan, Eka Buana (mediapelangi.com), Adi Centong (beritabali.com), Sugina (suaradewata.com), Arik Pratama (suksenews.com), Sutiawan (metrobali.com), dan Rohmat (kabarnusa.com).

Tabanan, (Metrobali.com)-

Asosiasi  media online )AMO) Bali mendeklarasikan anti hoax.  Deklarasi anti hoax tersebut  digelar usai diskusi kebangsaan yang digelar Suaradewata.com, di Warung Be-Jawa, Tabanan, Kamis ( 23 Maret 2017).

Ketua AMO Bali I Nyoman Sutiawan menegaskan AMO Bali dengan tegas menolak berita berita bohong atau yang kerap di sebut Hoax. Keberadaan berita bohong sangat berbahaya dan mampu memecah persatuan dan kesatuan bangsa. “Untuk melawan hoax, kami  media online Bali yang tergabung dalam AMO Bali mendeklarasikan anti hoax,” jelasnya.

Sementara itu jalannya diskusi kebangsaan yang bertajuk “Upaya Konkret Menangkal Jurnalisme Provokatif dan Hoax pada Media Website” berlangsung dengan hangat. Empat narasumber  yang hadir sepakat untuk melawan hoax. Seperti yang dilontarkan oleh Sutiawan, memang diakuinya banyak beredar berita berita hoax di sejumlah media sosial.  “Berita berita hoax di media sosial bisa ditelusuri,dengan mengecek alamat redaksi dari akun tersebut, atau ijinnya. Kalau tidak  jelas berarti itu berita bohong atau hoax,” jelasnya.

Diskusi Hoax di Be Jawa

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen Bali Hari Puspita. Ia lebih condong menyarankan untuk menangkal berita hoax  dengan cara banyak membaca dan menjadi orang yang cerdas .  “Jangan tergoda dengan share berita dari teman atau orang lain,” tandasnya.

Karena selama ini merurutnya  tradisi petan yang hampir ada di seluruh Indonesia dengan nama yang berbeda, sangat mempengaruhi  masyarakat saat ini . Tradisi petan itu adalah waktu senggang yang digunakan oleh masyarakat  di desa untuk bercengrama, biasanya habis dari sawah. “Biasanya ibu ibu sambil mecari kutu,  ngobrol ngarol ngidul. Begitu juga bapak bapak  mampir di pos kamling yang dibicarakan  masalah seseorang,” jelasnya.

Budaya petan ini kemudian menjalar di dalam teknologi namun dengan bentuk yang berbeda yakni menshare berita berita yang ada di media sosial. “Cara yang paling baik adalah perbanyak membaca buku   apapun sehingga wawasan kita menjadi lebih baik,” tandasnya.

Suasana diskusi

Sementara itu, Rofiki mantan Ketua AJI Bali dan Wartawan Tempo juga hampir sama, ia hanya menyarankan apabila menerima berita yang bombastis apalagi yang berbau sara. Yang belum tentu kebenarannya, diharapkan jangan cepat  tersulut emosi dan men-share berita tersebut sehingga membuat  suasana semakin kisruh dan gaduh.

Selama ini, lanjut Rofiqi  berita berita SARA sangat cepat menyulut emosi masyarakat. “Ketika menerima berita hoax berbau SARA, saya sarankan   tenang dulu  dan jangan mudah terpancing. Karena belum tentu berita itu benar,” beberanya.

Ia juga mengajak para peserta yang hadir terutama dari para pelajar untuk menggaungkan di sekolahnya anti hoax. “ Ayo adik adik yang ikut diskusi ini, kita gaungkan anti hoax di sekolah masing masing,” terangnya.

Putu Agus Swastika dari direktur STIMIK Primakara Bali juga memberikan tips apabila menerima berita hoax diharapkan terlebih dahulu mensharing baru kemudian sharing ( membagikan ). Langkah tersebut dilakukan agar tidak terjebak dengan berita hoax. Apalagi sekarang sudah ada undang undang ITE yang mengarur hal tersebut.

“Kalau tidak mensaring berita berita yang ada di media sosial, kemudian mensharing  atau membagikan kita juga akan bisa  berhadapan dengan hukum,” terangnya. Namun semua pihak harus  awas terhadap hoax,  baik itu konsumen, pemerintah, provider, maupun produsen seperti facebook, IG, twiter, geogle, youtube dan mensos lainya. gin-mb