Sebentar lagi, 15 Mei 2013, sebanyak 2.918.824 orang masyarakat Bali yang telah memenuhi syarat akan menggunakan hak pilihnya memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Bali periode 2013 – 2018. Mereka akan memilih secara langsung dua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali di 6.371 tempat pemungutan suara (TPS). Karena paket pasangan calon hanya dua (Puspayoga – Sukrawan dan Mangku Pastika – Sudikerta), maka sesuai perundang-undangan yang berlaku, paket yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50 persen akan menjadi pemenang.

            Pertanyaannya kemudian adalah sesederhana itukah Pilkada Bali? Tidakkah ada pesan dan makna yang lebih penting yang perlu difahami masyarakat berkenaan dengan Pillkada Bali sehingga sebelum pemilih menentukan pilihan perlu membekali diri mengenai calon dan kebutuhan daerah akan type pemimpin yang cocok?  Selanjutnya apa kaitan antara Pilkada dengan penyelenggaraan Pemerintah Daerah sehingga didalam memilih calon gubernur masyarakat perlu memilih yang terbaik?

            Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut ada yang sederhana, ada pula yang rumit. Pada pertanyaan pertama, jawabannya sudah pasti yaitu iya. Sesederhana itulah sesungguhnya penentuan pemenang dalam Pilkada yang diikuti dua pasang calon. Paket yang memperoleh 50% lebih suara adalah pemenangnya. Tidak ada jawaban logis lain. Jika calon lebih dari dua pasangan, maka pemenang ditentukan dengan dua cara. Pertama, pemenang adalah paket pasangan yang memperoleh suara lebih dari 25%. Kedua, apabila tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 25%, maka dilakukan pemilihan putaran kedua. Dari uraian ini jelas dapat diduga Pilgub Bali 2013 tidak bakal diwarnai pemilihan putaran kedua.

            Jawaban atas pertanyaan kedua bisa bermacam-macam. Hasil pengamatan penulis di sejumlah kabupaten di Bali mendapatkan gambaran sepertii tu. Masyarakat awam atau pemilih tradisional yang jauh dari pusat kota dan minim informasi, bahkan mengaku tidak menangkap pesan Pilkada sebagai proses demokrasi. Beberapa memaknai Pilkada sebagai hal biasa. Beberapa lainnya memaknainya sebagai ketakutan karena tekanan politik. Ketakutan terjadi akibat minimnya pengetahuan mengenai para calon dan kurangnya pengetahuan politik disamping adanya desakan-desakan serta tekanan politik dari salah satu partai pengusung calon. Menyikapi situasi demikian, pemilih tradisional belum memiliki pilihan jelas karena menunggu ‘petuah’ dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan pengurus partai setempat.

Hal menarik adalah, muncul semacam anomali politik dimana pemilih tradisional yang pada awalnya telah memiliki alternatif pilihan namun tidak mendapat ‘petuah’ dari tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat berbalik mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh ‘petuah’ pengurus partai dan pemimpin formal (terutama kepala desa) yang berafiliasi pada partai tertentu sesuai partai pimpinan daerah kabupaten/kota (bupati/walikota). Pertimbangan tersebut semakin menguat jika mesin partai bergerak aktif dalam sosialisasi paket calon yang diusungnya meskipun pemilih tradisional kurang atau bahkan tidak mengenal calon partai itu. Sebagai contoh di Jembrana. Sebagian masyarakat awalnya menaruh simpati pada Gubernur Made Mangku Pastika (MP). Namun dalam proses sosialisasi calon gubernur, masyarakat Jembrana tidak merasakan kinerja meyakinan dari mesin partai pengusung MP sehingga muncul kebingungan dainatar mereka. Hendak memilih figur atau partai?

Memilih figur MP yang sudah mereka rasakan program-program pro rakyatnya dengan JKBM,  bedah rumah dan sebagainya adalah kata nurani mereka. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan kinerja mesin partai PDI-Perjuangan yang mengusung Puspayoga – Sukrawan dirasakan dominan. Padahal kedua nama dan figur relatif tidak mereka kenal dibandingkan nama Mangku Pastika. Dalam kondisi demikian, pertanyaan menarik ini sering mereka lontarkan:  “Kok teganya ya Pak Mangku meninggalkan PDIP?”.

Di salah satu desa di Karangasem hal yang sama juga terjadi. Dalam sebuah perbincangan dengan penulis, seorang tokoh muda desa itu mengatakan, awalnya dia bukanlah pengurus PDIP. Ia hanya simpatisan. Namun, ketika MP maju dengan PDIP, ia masuk jadi pengurus PDIP dan terpilih menjadi ketua ranting. Di sisi lain, iya kenal Puspayoga sebagai teman. Dengan pecahnya Pastika dengan Puspayoga, ia menjadi bingung. Secara program dan nurani pilihan ke Pastika tetapi secara teman dan partai ia mempertimbangkan Puspayoga.

Perbincangan di Jembrana dan Karangasem itu juga menyebutkan bahwa pemilih tradisional tidak terpengaruh oleh sikap dan tindakan kelompok media Bali Post yang dalam setiap pemberitaan membangun agenda setting pencitraan yang menguntungkan Puspayoga. Beberapa warga di daerah lain seperti Buleleng, Gianyar, Bangli dan Tabanan, juga menuturkan tidak berpengaruh. Sebagian bahkan makin yakin untuk memilih MP.

Terlepas dari penuturan polos sebagian warga Bali tersebut, ada referensi yang mengingatkan pentingnya kaitan penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan pemilihan kepala daerah. Referensi itu adalah Buku Pegangan 2006 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah yang dikeluarkan Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono. Disebutkan bahwa keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat menjadi fondasi penting didalam mendukung keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yang tentu hasilnya kemudian dapat memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan pembangunan nasional. Disana disebutkan ada empat kunci sukses penyelenggaraan pemerintahan daerah yang harus diperhatikan pemerintah daerah dan DPRD.

Salah satu dari empat kunci itu adalah kemampuan pemerintah daerah dan DPRD didalam menjalankan tugas dan kewenangannya, hubungan yang sinergis diantara keduanya, hubungan pusat dan daerah, serta hubungan antardaerah yang konstruktif. Kemampuan Pemda dalam menjalankan tugas dan kewenangannya memiliki makna yang antara lain ditandai dengan kemampuan melakukan pengelolaan pemerintah daerah secara profesional dan handal, serta memiliki daya inovasi dan kreasi yang tinggi didalam meningkatkan kualitas manajemen pemerintahan.

Terkait erat dengan manajemen pemerintahan, peran pemimpin daerah yang profesional dan handal menjadi sangat signifikan dan menentukan terhadap pelaksanaan manajemen pemerintahan di daerah yang bersangkutan. Kemampuan mengelola pemerintahan di daerah termasuk didalamnya kemampuan mengelola potensi sumber daya alam, keuangan negara, pengoptimalan peran birokrasi pemerintahan secara profesional dan netral, melakukan kerjasama kemitraan dengan masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (swasta), bahkan didalam melakukan hubungan luar negeri.

Dengan pentingnya peran pemimpin daerah didalam mendukung pengelolaan manajemen pemerintahan di daerah dan memberikan warna terhadap pemerintahan daearah yang dipimpinnya, maka peran pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan suatu proses politik yang dapat menentukan warna pemerintahan daerah dan tentunya keberhasilan penyelengaraan pemerintahan daerah. Pilkadan merupakan momen penting bagi masayrakat untuk memilih langsung dengan cermat sosok pemimpin kepala daerah yang paling ideal dan kapabel yang dapat memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah secara profesional dan handal pada masa selanjutnya ke depan.

Tiga kunci lainnya adalah : (1) tingginya kapasitas dan kapabilitas DPRD dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan; (2) hubungan yang setara antara Pemerintah Daerah dan DPRD; dan (3) adanya hubungan yang konstruktif antara pusat dan daerah, serta hubungan kerjasama yang konstruktif antardaerah. Dari keempat kunci sukses penyelenggaraan pemerintahan daerah ini, kunci pertama yakni kemampuan Pemda (Gubernur dan jajarannya) dan DPRD dialan menjalankan tugas dan kewenangannya, hubungan yang sinergis diantara keduanya, hubungan pusat dan daerah, serta hubungan antardaerah yang konstruktif dipandang sebagai yang paling menentukan.

Satu hal yang penting berkenaan dengan kunci keempat adalah hubungan yang konstruktif antardaerah  menjadi sangat penting mengingat masing-masing daerah memiliki keunggulan baik itu dari sisi ketersediaan danprofesionalisme sumber daya manusia, ketersediaan sumber daya alam, kemampuan mengelola pemerintahan, dan lain sebagainya. Hubungan kerjasama antardaerah dapat mengisi kelemahan yang dimiliki satu daerah oleh daerah lainnya, dan daya saing daerah menjadi kunci utama adanya hubungan yang konstruktif tersebut. Ini dapat dimaknai bahwa kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak langsung diartikan sebagai memberikan aneka sumber daya kepada daerah, tetapi lebih kepada menggali potensi daerah untuk disinergikan.

Selanjutnya disebutkan bahwa oleh karena pada intinya penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat ditentukan oleh hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD, serta hubungan pusat dan daerah serta hubungan antardaerah, termasuk luar negeri, maka diingatkan dalam buku tersebut bahwa gambaran mengenai Pilkada diharapkan dapat menggambarkan kekuatan dan kelemahan dalam menentukan pilihan yang cermat dan tepat terhadap calon kepala daerah oleh rakyat.

Disebutkan pula bahwa mencermati tugas dan wewenang yang melekat pada penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam UU 32 tahun 2004, maka dapat dipastikan bahwa peran Pilkada sangat menentukan kehidupan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan. Pilkada secara langsung dikatakan sebagai momentum yang sangat penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin daerah yang benar-benar memiliki kualifikasi untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah secara profesional, yang antara lain memiliki pengertian mampu meningkatkan kesejahteraan dan memperhatikan kepentingan masyarakat. Pilkadasung dapat mewarnai atau menentukan perkembangan pembangunan di daaerah itu sendiri karena setiap calon akan berkomunikasi langsung dengan rakyat dalam kampanye untuk menawarkan visi, misi dan program yang akan dilaksanakan apabila terpilih. Oleh karena itu, Pilkadasung merupakan momentum yang tepat bagi masyarakat untuk memilih langsung dengan cermat sosok yang paling ideal dan berkemampuan (capable) untuk memimpin daerahnya.

Kiranya penjelasan diatas sudah lebih dari cukup untuk menjawab semua pertanyaan diatas mengenai pentingnya rakyat pemilih mengetahui apa dan mengapa pengetahuan mengenai sosok calon kepala daerah itu penting, kaitan Pilkada dengan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah, menjelang dilangsungkannya berbagai kegiatan internasional di Bali dan menyongsong pemberlakukan AFTA (Asean Free Trade Area) di tahun 2015 mendatang. Dengan uraian ini penulis berharap, pemilih makin yakin dan mantap memilih calon pemimpin Bali lima tahun ke depan. Rahajeng menjalani pesta demokrasi, semoga aman, damai, lancar dan sukses.

I Dewa Rai Anom

Penulis : Staf pada Biro Humas Setda Provinsi Bali