RA Berar Fathia

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Presidium Aliansi Perempuan Indonesia, RA Berar Fathia menilai, proses hukum kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS) semakin janggal.

“Semakin hari kasus ini bergeser dari isu sosial menjadi komersial. Tadinya kasus ini soal seorang anak yang menjadi korban. Sekarang kasus ini lebih sarat dengan uang ganti rugi yang dituntut orang tua dan pengacara korban,” katanya kepada pers di Jakarta, Senin (25/8).

Berar Fathia berpendapat ada pihak tertentu yang diduga memiliki kepentingan lain dengan menunggangi kasus JIS tersebut. Akibatnya, ujar dia, bukan saja anak didik yang kemudian dirugikan melainkan membuat celah bagi pengacara korban untuk memanfaatkannya.

“Mestinya, jika benar ada korban dibantu dan bukan JIS jadi alat kepentingan pihak lain,” kata Berar.

Dalam kasus ini, kata dia, ada unsur pengacara menunggangi pihak korban dengan menaikkan gugatan yang awalnya 12 juta dolar AS menjadi 125 juta dolar AS.

Dia menilai penyelesaian kasus ini semakin berlarut-larut. Kata dia, sampai saat ini negara tidak berperan dalam mengupayakan pencarian kebenaran mengenai siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab.

“JIS telah lama menyelenggarakan pendidikan dari tigkat tk hingga sma dan selama ini tidak ada masalah. Namun ketika muncul kasus dugaan pelecehan seksual, pihak yang sangat berperan, yakni negara, tidak melakukan tindakan yang bisa meredam persoalan,” ujarnya.

Pengacara pihak JIS, Hotman Paris Hutapea, bahkan sempat melayangkan surat khusus yang ditujukan kepada presiden terpilih Joko Widodo. Ia mengungkapkan keanehan penetapan status dua guru JIS.

Menurut Hotman Paris, sejak tiga bulan lalu, yang ditetapkan tersangka kasus pelecehan seksual terhadap siswa Taman Kanak-kanak di JIS adalah enam petugas kebersihan. Hal itu sesuai keterangan ahli dan saksi serta hasil visum.

Laporan susulan Namun setelah adanya penolakan pihak JIS atas permintaan ganti rugi sebesar 13,5 juta dolar AS oleh ibu korban akhir Mei 2014 , secara tiba-tiba mereka membuat laporan susulan terhadap dua guru JIS. Hal ini diduga untuk memberikan tekanan kepada pihak JIS.

Terhadap dua guru JIS atas nama Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman itu telah disidik dan dilakukan penahanan oleh Unit II Subditrenakta Ditreskrimum. Hotman mengatakan penahanan terhadap dua kliennya oleh Polda Metro tidak ada alat bukti yang cukup.

“Pelapor bahkan mengirim pesan kepada JIS bahwa mereka siap mencabut gugatan itu asal uang damai sebesar 13,5 juta dolar AS itu dikabulkan,” kata Hotma dalam suratnya kepada Jokowi.

Bahkan belakangan uang damai itu meningkat menjadi 125 juta dolar AS. Hotman menduga ada kaitan antara penetapan status tersangka dengan upaya memuluskan ganti rugi yang sangat besar.

Hotman juga mengungkap sejumlah kejanggalan penyidikan yang dilakukan polisi. Diantaranya tidak pernah ditunjukkan atau dipertanyakan dalam pemeriksaan soal barang bukti tindak pidananya.

Penyidik juga menolak memberikan salinan berita acara pemeriksaan dan menolak untuk memeriksa sejumlah saksi penting, seperti dokter yang melakukan visum terhadap dua orang guru JIS maupun korban.

Penyidik, menurut Hotma, juga menolak untuk memeriksa sejumlah saksi karyawan JIS yang duduk dekat dari tempat para guru itu melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap muridnya.

Hotman mendesak Kejakaan Agung untuk memeriksa saksi-saksi tersebut dan meminta polisi mengungkap barang bukti tindak pidana yang dilakukan oleh dua guru tersebut. AN-MB