Dubai (Metrobali.com) –

Al Qaida di Semenanjung Arab hari Jumat mengaku bertanggung jawab atas serangan di kompleks Kementerian Pertahanan Yaman yang menewaskan 52 orang, dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di Internet.

Kompleks kementerian pertahanan itu “diserbu dan diserang pada Kamis… setelah mujahidin membuktikan bahwa di tempat tersebut ada ruang kendali pesawat tak berawak dan ahli-ahli AS”, kata kelompok itu di Twitter.

“Sebagai bagian dari kebijakan menyerang ruang kendali pesawat tak berawak, mujahidin melancarkan pukulan keras ke tempat itu” di Sanaa, kata pernyataan tersebut.

“Markas keamanan semacam itu yang melakukan kemitraan dengan orang-orang AS yang memerangi muslim merupakan sasaran yang dibenarkan di mana pun,” kata Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP), yang diklasifikasi AS sebagai cabang paling mematikan dari Al Qaida.

Penyerang bom bunuh diri dan orang-orang bersenjata yang memakai seragam militer menyerbu gedung kementerian itu di Sanaa, menewaskan 52 orang dan mencederai 167 lain, sembilan dalam keadaan serius.

Dua dokter dari Jerman, dua dari Vietnam dan satu dari Yaman tewas, juga dua perawat wanita asal Filipina dan satu dari India, kata Kantor Berita Saba.

Para pekerja medis yang tewas dalam serangan itu bekerja di sebuah rumah sakit di dalam kompleks kementerian tersebut.

Penyerbuan tengah hari yang berani itu merupakan serangan tunggal terburuk di Yaman selama 18 bulan ini.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida. (Ant/AFP)