Aktivis Kecam Pengesahan Perda Perlindungan Anak
“Surat itu berisi koreksi terhadap Perda Perlindungan Anak baru saja disahkan DPRD Bali. Kami sangat menyesalkan pengesahan perda itu, sebab masih banyak hal yang harus disempurnakan. Masukan kami selama ini tidak pernah ditanggapi. Perda itu sangat dipaksakan saat masyarakat sedang fokus di pilpres,” kecam Gayatri, di Denpasar, Rabu (23/7).
Dalam suratnya, Mahasiswa Program Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana, ini mengungkapkan beberapa pertimbangan keberatannya, antara lain naskah akademik yang menjadi dasar bagi penyusunan ranperda perlindungan anak belum direvisi, argumentasi naskah akademik yang disodorkan sangat lemah, padahal fakta-fakta yang berkaitan dengan nasib anak-anak Bali yang kurang beruntung, menjadi korban dan pelaku kekerasan “luar biasa banyak” dan genting.
Staff ahli kurang berhasil menerjemahkan semangat, niat dan kemauan politik Pansus Komisi IV DPRD Provinsi Bali dan masyarakat serta LSM yang hadir memberikan pandangan bagi terwujudnya Perda perlindungan yang layak; Ranperda itu hanya copy paste undang-undang perlindungan anak sehingga kurang aplikatif dan tidak mempertimbangkan aspek sosiologis masyarakat Bali.
Sebelumnya, staff ahli pansus juga sempat memasukkan dalam ranperda mengenai rencana pembentukan kembali Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Bali yang bertendensi melanggar konstitusi.
Ini menunjukkan staf ahli yang ditunjuk kurang memiliki kompetensi di bidang penyusunan ranperda perlindungan anak ini. Pembentukan Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KP2AD) di Bali, hanya nama pengganti Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) yang melanggar konstitusi.
Penyusunan Ranperda ini jelas berbasis “elitis” membentuk elit-elit yang akan didanai oleh APBD, dan bahkan “komisi”, mirip ormas yang dapat menerima bantuan hibah dan lain-lain seperti CSR, ungkap Gayatri. SIA-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.