ebola

Jakarta (Metrobali.com)-

Para ahli kesehatan dunia belum menemukan sumber penularan virus Ebola yang telah ditetapkan WHO sebagai penyakit yang tergolong dalam kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian dunia atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

“Kalau ada wabah, seperti Ebola sekarang ini, maka kami para peneliti selalu berupaya mencari tahu bagaimana wabah dapat bermula. Pada kenyataannya, dari berbagai penelitian, tidak semua pertanyaan dapat terjawab,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE dalam surat elektroniknya di Jakarta, Senin (11/8).

Sementara ini, Tjandra menyebut hasil penelusuran dan penelitian mendapatkan bahwa wabah Ebola itu kemungkinan besar bermula dari seorang anak berusia 2 tahun yang meninggal 6 Desember 2013 setelah sakit beberapa hari di desa Gueckedou, Guinea, yang juga dekat dengan negara Sierra Leonne dan Liberia.

“Seminggu setelah anak ini wafat, maka Ibu nya juga meninggal dunia, lalu kakak perempuannya yang berusia 3 tahun, lalu neneknya juga wafat. Semua dengan gejala demam, muntah dan diare. Penyakit kemudian berkembang luas ke penduduk sekitar, termasuk juga petugas kesehatannya,” papar Tjandra.

Meski demikian, belum diketahui secara pasti dari mana pasien yang diduga pertama tersebut tertular virus Ebola hingga 8 Agustus 2014 telah menjangkiti lebih dari 1.700 orang dan menewaskan 960 orang.

“Salah satu kemungkinannya adalah tertular dari hewan, mungkin kelelawar, atau dari buah-buahan yang terkontaminasi dari binatang yang sakit Ebola. Tapi semua penular ini baru hipotesa ilmiah, belum dapat dibuktikan di lapangan,” kata Tjandra.

Emergency Committee Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Ebola sebagai PHEIC setelah mendapati ada lima masalah penting di tiga negara dimana wabah tersebut meluas yaitu Guinea, Sierra Leonne dan Liberia.

Kelima masalah tersebut adalah sistem kesehatan yang tidak berjalan baik, tidak berpengalaman menangani virus ebola, adanya mobilitas perpindahan penduduk yang tinggi sehingga meningkatkan resiko penularan penyakit, sudah terjadi penularan dalam beberapa generasi dan sudah terjadinya penularan di fasilitas kesehatan dan rumah sakit.

Sebelumnya, WHO menetapkan status PHEIC kepada pandemi H1N1 namun karena dinilai sudah teratasi maka status PHEIC dicabut dan Wild Polio Virus yang hingga sekarang masih berstatus PHEIC.

“Sementara yang belum berstatus PHEIC adalah MERS CoV. Yang menganalisa terjadi tidaknya PHEIC di dunia adalah Emergency Committe WHO yg terdiri dari 15 pakar dunia, dimana saya adalah salah satu diantara 15 anggota Emergency Commtte khusus untuk MERS CoV,” ujar Tjandra. AN-MB