Foto: Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan dan perbankan I Gusti Agung Rai Wirajaya, S.E.,M.M.

Denpasar (Metrobali.com)-

Keberadaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) saat ini seperti terjepit dari segala penjuru. Sebab tidak hanya harus menghadapi ketatnya persaingan dengan bank umum, BPR juga dihadapkan pada kenyataan “ganas” dan “agresifnya” penetrasi fintech yang bisa juga menggerus nasabah BPR.

Menghadapi kenyataan ini, Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan dan perbankan I Gusti Agung Rai Wirajaya, S.E.,M.M., mendukung langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menguatkan BPR.

Selain merancang regulasi untuk BPR, OJK juga diharapkan dapat membantu pembinaan atau pelatihan mengenai pemanfaatan teknologi terkini. Sehingga BPR ini juga bisa lebih berdaya saing dan update, tidak gaptek (gagap teknologi).

“UU jelas mengatur ada dua jenis perbankan di Indonesia yakni bank umum dan BPR. Jadi ke depan bagaimana caranya OJK juga memberikan kesempatan BPR untuk menggunakan teknologi,” kata Rai Wirajaya, Rabu (12/6/2019).

Untuk itulah Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini mendorong harus ada bimbingan dan pelatihan dari OJK untuk pengembangan BPR bisa maju dengan memfasilitasi pelatihan pemanfaatan teknologi.

Harapannya dengan BPR mampu memanfaatkan teknologi terkini bisa lebih berdaya saing dan tidak kalah dengan fintech yang dianggap lebih maju dalam inovasi teknologi.

“Berikan kesempatan BPR menggunakan teknologi. Jangan sampai BPR yang sudah ada lambat lain hilang. BPR ini mau dibina atau dibinasakan,” tegas politisi yang sudah tiga periode ngayah untuk Bali di DPR RI yakni periode 2004-2009, 2009-2014 dan 2014-2019.

Rancang Regulasi Kolaborasi BPR dan Fintech

Politisi PDI Perjuangan yang kembali terpilih keempat kalinya sebagai Anggota DPR RI periode 2019-2024 ini menambahkan hal lainnya yang perlu segara dilakukan OJK adalah memberikan pelatihan dasar kepada BPR mengenai fintech.

“Harapan saya juga BPR agar didorong kolaborasi dengan fintech. Jadi tidak kesannya seperti bertarung head to head, tapi bersinergi sama-sama tumbuh,” ujar Rai Wirajaya.

Selain itu OJK juga diharapkan segera merancang regulasi yang memungkinkan adanya kolaborasi BPR dengan fintech sehingga bisa saling menguatkan dengan kekuatan masing-masing. Yakni BPR dengan pengalaman dan basis nasabah perbankan yang kuat serta fintech dengan keunggulan inovasi IT.

“Ada keluhan bahwa belum ada regulasi dari OJK untuk mewadahi BPR kolaborasi dengan fintech. Kami harapkan OJK segera keluarkan regulasi ini,” imbuh politisi PDI Perjuangan asal Peguyangan, Denpasar ini.

Dukung BPR Kecil Merger

Sebelumnya Rai Wirajaya juga mendukung penuh rencana OJK mengeluarkan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) terkait penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Rencananya POJK soal merger BPR ini dirilis Juni ini. Aturan ini dimaksudkan untuk mendorong BPR melakukan merger guna memenuhi kewajiban modal inti minimum yakni sebesar Rp 6 miliar. “Kami dukung ini bisa terealisasi,” harap Rai Wirajaya.

Tahun 2019 ini semua BPR dievaluasi mana yang sudah memenuhi ketentuan permodalan dan mana yang belum. Ketentuan permodalan minimal ini diatur sesuai POJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat. Dimana OJK menetapkan modal inti minimum BPR sebesar Rp 6 miliar.

Merger sejumlah BPR kecil yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum ini juga dipandang penting untuk menghadapi persaingan dan perubahan zaman serta pesatnya perkembangan teknologi.

Dengan adanya merger BPR ini Rai Wirajaya meyakini akan ada penguatan kapasitas, kapabilitas dan daya saing. Kompetisi juga jadi lebih sehat, bagus dan terarah. “Daripada banyak BPR tapi banyak yang tidak punya daya saing,” tandasnya. (wid)