Foto: Pengamat kebijakan publik Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum.

Denpasar (Metrobali.com)-

Mahalnya biaya politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi salah satu pertimbangan wacana mengembalikan Pilkada langsung ke DPRD.

Menurut pengamat kebijakan publik Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., faktanya memang dalam Pilkada langsung berbiaya super mahal juga tidak terlepas dari aktor-aktor politik bahkan mafia politik yang ibarat memancing di air keruh, memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan pribadi.

“Ada oknum mafia dan makelar politik juga menyebabkan biaya politik mahal dalam Pilkada langsung. Kredibilitas lembaga survei dan quick count juga harus jadi bagian evaluasi dalam Pilkada,” kata Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., Kamis (21/11/2019).

Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga Ketua POSSI Denpasar Provinsi Bali ini menambahkan bahwa mekanisme quick count (hitung cepat) yang baik itu harus independent bukan memihak.

“Bukan  juga dijadikan pekerjaan bagi perusahaan tersebut untuk sekedar cari uang karena bulan-bulan lalu tidak ada pemasukan,” kata advokat yang terdaftar di dalam penghargaan Best Winners – Indonesia Business Development Award ini.

Jika kondisi ini terus terjadi maka Pilpres atau Pilkada hanya menjadi kue bagi mereka untuk sekedar cari untung siapa yang bayar mahal. Sebuah pekerjaan yang menjijikan akhirnya dan tidak ada harganya karena tidak bisa profesional.

“Lembaga quick count keberadaanya sudah terkontaminasi. Tukang quick count harusnya tidak banyak seperti saat ini. Cukup satu yang ditunjuk pemerintah biar tidak buat gaduh,” kata advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum ini.

“Sebagai contoh Amerika Serikat aja yang sebagai negara demokrasi hanya ada dua lembaga quick count. Satu dari Partai Demokrat dan satu dari Partai Republik,” kata advokat yang terdaftar di dalam penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019.

Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., juga menilai wacana Kementerian Dalam Negeri mengusulkan sistem Pilkada dilaksanakan secara asimetris memang perlu dikaji matang.

Ia menilai wacana dan kajian Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tersebut mengemuka karena saat ini kualitas demokrasi antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda.

Menurut Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP.,  usulan Mantan Kapolri tersebut dapat menekan dampak negatif dari sistem pemilihan langsung yang memakan biaya besar sehingga tidak bisa melalui mekanisme yang sama.

“Bukan Pilkadanya yang salah, namun sistem dan Pilkada langsung yang harus dicarikan solusi bagaimana caranya agar Pilkada langsung bisa berbiaya murah,” ujar Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP.

Menurut advokat yang  terdaftar di dalam penghargaan Indonesia Most Leading Award 2019 dan terpilih sebagai The Most Leading Lawyer In Satisfactory Performance Of The Year evaluasi alokasi dana Pilkada dimana Pilkada itu memakan biaya tinggi memang fakta.

Alokasi dana yang harus disiapkan itu berkisar anatara Rp 20 hingga Rp 12 30 miliar. “Jadi asimtris ini mungkin bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi biaya politik,” kata Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang terdaftar di dalam penghargaan 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank ini.

Tidak hanya itu, Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P.,yang juga  Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali juga menilai selama ini Pilkada secara langsung juga dapat menimbulkan perpecahan antara kelompok masyarakat.

Seperti Pilgub Jakarta yang lalu dimana hingga saat ini masih terlihat para pendukungnya masih ada yang tidak terima kalau jagoannya kalah.

“Oleh karena itu, Pilkada serentak bisa disesuaikan dengan sistem yang sesuai dengan keinginan masyarakat di daerahnya masing-masing,” ungkap Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga Ketua POSSI Denpasar Provinsi Bali.

Salah satunya dengan mengelompokkan daerah yang cocok dengan sistem pemilihan langsung, lewat DPRD dan langsung pengesahan oleh DPRD seperti di Provinsi Yogyakarta.

“Tapi lihat-lihat juga daerahnya. Seperti Jakarta kan sudah maju, jadi enggak mungkin lagi Gubernurnya dipilih oleh DPRD,” jelas Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., dan Ketua Komite Hukum RSU dr.Moedjito Dwidjosiswojo Jombang Jawa Timur.

“Namun mengenai hal tersebut masih sebatas wacana yang kemungkinannya baik jika bisa diterapkan untuk Pilkada serentak 2024,” tutup Panglima Hukum Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP. dan juga Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates yang beralamat di Jl. Tukad Citarum No. 5A Renon Denpasar Bali & Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Kesiman Denpasar Bali. (phm)