Denpasar (Metrobali.com)-

Sejak dulu masyarakat Bali terpinggirkan atau termarjinalkan. Ibarat orang ‘’nanusang’’. Sejak lama Bali diperas, santan-santannya di bawa ke pusat, sementara ampas ampasnya untuk masyarakat Bali. Hal itu diungkapkan Dharma Adhyaksa Sabha Pandita PHDI, Ida Peranda Sebali Tianyar  Arimbawa pada acara Sarasehan Forum Perjuangan Hak Bali (FPHB), di Museum Bali Minggu (12/2).

Ida Peranda Sebali Tianyar mengatakan, Bali itu seharusnya kuat. Manusia Bali adalah manusia spiritual di mana tidak ada yang mampu mapas. Ini ditunjukkan, setiap langkah perjuangannya diawali dengan doa. Jika jaman penjajahan, Bali ditindas oleh penjajah atau Negara lain. Sekarang, di saat Indonesia merdeka, maka yang menindas warga Bali adalah Negara Indonesia sendiri. ‘’Dengan kondisi Bali saat ini, maka Bali harus berdikari, tidak menjadi budak negara lain,’’ katanya.

Dikatakan, dalam bidang pembangunan, Bali tidak masalah membuat bangunan yang bertingkat, sepanjang mempertahankan bangunan dengan ciri khas Bali. Di sini, DPRD seluruh Bali hendaknya segera membuat Perda tentang  pemanfaatan ruang Bali yang sempit ini.

Ida Peranda mendukung perjuangan Forum Perjuangan Hak Bali (FPHB) ini menuntut hak Bali di pusat. Kenapa kita tidak memperjuangkan hak-hak kita (baca: warga Bali). Yang menjadi orang Bali sekarang adalah  “Orang Pribumi” dan “Pendatang”, mereka semua harus memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Diharapkan, forum ini  juga harus mempersiapkan peningkatan kualitas SDM masyarakat Bali.  Saat ini  ada 55 ribu Pura di Bali yang pembiayaannya ditanggung oleh Masyarakat Bali. Sementara di sisi lain, ada upaya dari oknum-oknum tertentu untuk memiskinkan orang Bali.

Sementara itu, anggota DPRD Bali  Cokorda Gede Kertiasa mengatakan, sebagai Manusia Bali kita harus memiliki motivasi yang sama dalam  memperjuangkan hak Bali. Perjuangan “Hak Bali” bukan kewajiban melainkan hak orang Bali. Perjuangan hak Bali harus didasari atau diwadahi sistim yang baik. Perjuangan hak Bali harus didasari motivasi yang benar dan berkelanjutan, agar perjuangan ini tidak sia-sia.

Dikatakan, ada dua jalan untuk memperjuangkan hak Bali di pusat. Perjuangan dengan jalan keras dan jalan yang halus. ‘’Saya lebih condong memilih jalan halus. Sebab, kekerasan dilawan dengan kekersan menimbulkan masalah baru, ‘’ katanya.

Sementara, Ketua MDP Karangasem, Wayan Artadipa mengatakan,  banyak hal yang menyebabkan kegagalan kita memperjuangkan hak Bali salah satunya tidak fokus, tidak komunikatif, dan tidak prosedural.  Sebenarnya ada celah untuk memperjuangkan hak Bali yakni dengan UUD 1945, pasal-18 yakni hak otonomi asli diakui keberadaannya.

Dikatakan, atas dasar pemikiran itulah Daerah Bali memiliki keistimewaan. Bali memiliki dua sistim pemerintahan Desa, yaitu Desa Adat dan Desa Dinas. ‘’Sesungguhnya ini juga dapat dijadikan dasar pemikiran untuk menjadikan Bali sebagai Daerah Khusus,’’ kata Atadipa.

Pada sisi lain Ahli Hukum Adat,  Prof. Nyoman Sirta mengatakan, hak masyarakat Adat Bali harus didasari pemahaman tentang hak individu orang Bali.  Hak sangat terkait dengan kewajiban. Hambatan yang dihadapi dalam memperjuangkan hak masyarakat adat Bali adalah, karena Bali menjadi Daerah Pariwisata dan pengaruh Globalisasi.

Dikatakan, Desa Pakraman memiliki potensi yang luar biasa. Kenapa di era sekarang ini seolah-olah Desa Pakraman dianaktirikan. Pariwisata bagaikan pisau bermata dua. ‘’Kita harus pintar memanfaatkannya untuk kemajuan Desa Pakraman. Dan yang perlu diperhatikan, bahwa pada Desa Pakraman juga muncul sifat arogansi karena kebanggaan yang berlebihan,’’ katanya. SUT-MB