Warga berbincang dekat sebuah rumah yang rusak akibat gempa di Mandalawangi, Banten, Sabtu, 3 Agustus 2019. (Foto: AP)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut gempa yang terjadi di Banten pada Jumat (2/8) menewaskan empat orang.

Dalam jumpa pers dikantornya, Sabtu (3/8), pelaksana harian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Agus Wibowo mengatakan selain menewaskan empat orang di Lebak (dua orang) dan Sukabumi (dua orang), goyangan lindu tersebut juga melukai empat orang.

Agus menambahkan gempa Banten itu juga membuat 223 rumah, empat rumah ibadah, satu kantor desa, dan tiga bangunan lainnya, rusak. Dari jumlah itu, di Jawa Barat terdapat 13 rumah rusak berat, 30 rusak sedang, dan 62 rumah rusak ringan. Sedangkan di Banten, dua rumah rusak sedang dan 116 lainnya rusak ringan.

Menurut Agus, setelah gempa Jumat malam, BNPB mengirimkan lima tim reaksi cepat ke lokasi di Lampung, Jawa Barat, dan Banten. Dia menilai masyarakat sudah dapat merespon dengan baik, meski masih panik, yakni ketika terjadi gempa langsung keluar dari rumah dan menjauh dari pantai karena ada peringatan dini tsunami meski tidak terjadi.

Pelaksana harian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo dalam jumpa pers di kantornya, Sabtu, 3 Agustus 2019. (Foto: Fathiyah Wardah/VOA)
Pelaksana harian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo dalam jumpa pers di kantornya, Sabtu, 3 Agustus 2019. (Foto: Fathiyah Wardah/VOA)

Saat ini, lanjutnya, seribu orang mengungsi di Lampung sudah kembali ke rumah masing-masing. Tempat-tempat pengungsian di Jawa Barat dan Banten juga sudah kosong.

BNPB tadinya melansir gempa itu berkekuatan 7,4 MMI dengan kedalaman pusat gempa sepuluh kilometer, namun kemudian diralat. Agus mengatakan gempa tersebut berkekuatan 6,9 MMI dengan kedalaman pusat gempa 48 kilometer. Sejauh ini BNPB belum menghitung berapa kerugian akibat gempa Banten tersebut.

Menurut Agus, sesuai keterangan dari Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) potensi gempa besar berkekuatan di 8,8 MMI terdapat di Sumatera, selatan Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

“Masyarakat perlu sadar bahwa potensi ancaman gempa 8,8 MMI itu benar-benar ada. Potensi 8,8 atau Mentawai megathrust, Sunda megathrust, atau selatan Jawa megathrust, adalah ancaman yang nyata dan benar-benar akan muncul. Tapi kita tidak tahu kapan munculnya,” tutur Agus.

Peneliti Utama Geoteknologi di Lembaga Ilmu Pengetahui Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawijaya mengatakan pemerintah saat ini harus segera melakukan sosialisasi secara masif, berkelanjutan dan menyeluruh kepada masyarakat tentang mitigasi bencana. Selain itu pemerintah juga harus mulai memberlakukan konstruksi tahan gempa.

“Karena, sampai sekarang peraturan pembangunan rumah penduduk di Indonesia tidak terkena aturan harus tahan gempa. Jadi, harus kesadaran sendiri kan susah juga,” ujar Danny.

Akhir Desember tahun lalu, tsunami juga melanda Selat Sunda, diduga akibat kombinasi longsora tubuh Gunung Anak Krakatau setelah erupsi, dan gelombang tinggi. Bencana tersebut mengakibatkan 373 orang meninggal, 1.459 orang luka, 128 orang hilang, dan 5.665 orang mengungsi. [fw/ft] (VOA Indonesia)