Pesawat Garuda Indonesia di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta (foto: ilustrasi). Benarkah masuknya maskapai asing akan menurunkan harga pesawat?

Melonjaknya harga tiket pesawat beberapa tahun terakhir ini seakan mencapai puncaknya saat ini dengan begitu banyak keluhan masyarakat akan semakin tidak masuk akalnya tiket pesawat. Perang harga antar maskapai penerbangan pun tak terhindarkan.

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang berinisiatif mengundang maskapai asing untuk beroperasi di sektor penerbangan Indonesia guna menurunkan harga tiket pesawat domestik yang melambung tinggi, ditengarai tidak akan efektif.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno kepada VOA mengatakan polemik mahalnya harga tiket pesawat domestik baru-baru ini, sebenarnya karena maskapai penerbangan nasional terlalu lama menggunakan tarif batas bawah atau perang tarif demi menggaet jumlah penumpang yang banyak. Namun langkah tersebut ternyata membuat maskapai itu merugi karena modal yang terus tergerus, sehingga maskapai tersebut kembali menggunakan tarif batas atas mereka.

“Enggak efektif, buktinya yang gak bisa menurunkan harga itu bukan asing atau tidak asing, karena operasional penerbangan itu mahal. Kenapa dulu murah, karena maskapainya seperti Air Asia dulu ya mungkin pakai tarif batas bawah. Lama-lama dia gak kuat juga. Sekarang balik ke tarif batas atas, dan masyarakat sudah terkonotasi dalam pikirannya bahwa pesawat tuh bisa murah, karena dulu ada slogan semua orang bisa terbang, ya terbang saja melayang abis itu kalau jatuh gimana?,” ungkap Djoko.

Oleh karena itu ia menilai kalau pun mengundang maskapai asing bukan jaminan bahwa nantinya harga tiket pesawat domestik akan turun. Menurutnya pemerintah sebaiknya memperbaiki sarana transportasi lainnya agar masyarakat tetap bisa berpergian, tidak bertumpu banyak pada transportasi udara, dan lingkup pariwisata pun bisa tetap hidup.

Kementerian Perhubungan: 54% Pesawat untuk Tujuan Komersil

Untuk dunia penerbangan sendiri, ia mengutip dari data Kementerian Perhubungan bahwa 54 persen penggunaan pesawat udara adalah untuk tujuan komersil, 42 persen tujuan dinas, 12 persen tujuan bisnis, 32 persen untuk kepentingan keluarga dan 10 persen untuk wisata; sehingga mayoritas masyarakat tidak menggunakan kocek mereka sendiri untuk naik pesawat.

Demi mendorong terbentuknya maskapai penerbangan yang ‘sehat’ maka sedianya memang menggunakan tarif normal saja.

Maskapai nasional siapkah untuk bersaing dengan maskapai penerbangan asing? (foto: ilustrasi)
Maskapai nasional siapkah untuk bersaing dengan maskapai penerbangan asing? (foto: ilustrasi)

Garuda Indonesia: Pemerintah Dapat Bantu Maskapai Domestik dengan Beri Insentif & Keringanan

Menanggapi hal ini Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan kepada VOA mengatakan, ketimbang mengundang maskapai asing untuk dapat beroperasi di tanah air, ia menyarankan pemerintah – sebagai regulator – dapat membantu maskapai penerbangan domestik dengan memberikan insentif dan keringanan; antara lain keringanan biaya pajak, biaya kebandaraan dan lain-lain. Insentif dan keringanan ini dapat menciptakan harga yang kompetitif kepada masyarakat dan tidak membuat maskapai merugi karena dunia penerbangan memang memiliki biaya operasional yang mahal.

“Harapannya lebih baik bagaimana mendukung penerbangan di domestik, maskapai domestik lah, membantu dengan insentif atau dengan keringanan supaya mungkin bisa bertahan. Jujur saja, bahwa sekarang ini memang maskapai harus berusaha keras untuk survive supaya bisa tetap terbang. Pertama, memang untuk menjamin transportasi udara nasional, dan sekaligus bertahan karena sebelumnya semua maskapai di Indonesia juga rugi kan? Waktu perang harga itu semuanya rugi. Nah sekarang sudah gak sanggup lagi rugi karena itu akan menggerus modal, harus bertahan hidup,” jelas Rosan.

Untuk Garuda Indonesia sendiri, ia mengatakan bahwa dari dulu hingga sekarang harga tiket pesawatnya hampir tidak ada kenaikan. Diakuinya bahwa Gardua Indonesia memang menggunakan tarif batas atas dan harganya juga cukup kompetitif untuk jenis maskapai premium.​

Pesawat Lion Air di bandara Ngurah Rai, Denpasar (foto: dok). Lion Air memilih tidak berkomentar soal kemungkinan masuknya maskapai asing untuk melayani rute domestik di Indonesia.
Pesawat Lion Air di bandara Ngurah Rai, Denpasar (foto: dok). Lion Air memilih tidak berkomentar soal kemungkinan masuknya maskapai asing untuk melayani rute domestik di Indonesia.

Lion Air Belum Komentari Ide Undang Maskapai Asing

Corporate Communication Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro memilih untuk tidak berkomentar dulu karena ia menilai hal ini merupakan ranah regulator – yaitu Kementerian Perhubungan.

“Belum bisa memberikan detail terlebih dahulu. Mungkin bisa konfirmasi lebih lanjut ke pihak regulator, karena kan dalam ketentuan bisnis dan kelangsungan usaha ada di regulator. Kalau dari sisi kami, karena ini kan bukan ranah kami, maksudnya bukan di pihaknya kami untuk menjelaskan mengenai hal tersebut,” ujarnya ketika berbincang dengan VOA.

Kementerian Perhubungan: Peluang PMA Sudah Diatur Sejak Lama

Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Nur Isnin mengatakan sebenarnya peluang penanaman modal asing (PMA) dalam bidang penerbangan sudah diatur dalam undang-undang sejak beberapa tahun lalu, dan saat ini mulai digalakkan kembali selama sesuai dengan peraturan yang ada, seperti berbadan hukum Indonesia dan mayoritas kepemilikan saham ada di Indonesia.

Hingga saat ini, menurutnya belum ada dokumen tertulis yang dilayangkan ke Kemenhub terkait pemintaan maskapai asing untuk bisa beroperasi di Indonesia.

Kendati begitu, Nur Isnin memperkirakan apabila maskapai asing beroperasi di Indonesia justru akan menimbulkan persaingan yang lebih sehat antar maskapai, dan tidak serta merta membunuh maskapai domestik. Ini dikarenakan maskapai asing tetap harus mengikuti peraturan yang ada, yang tentunya demi kesehatan industri penerbangan di Indonesia.

“Kalau masalah untuk menekan harga.. Yang jelas begini.. Dengan adanya persaingan yang lebih baik, tentu akan tingkat rasional efisien operasional akan lebih baik. Apabila efisiensi operasional itu lebih baik karena persaingan yang lebih sehat, maka tentu akan bisa mendapatkan harga yang kompetitif dan bersaing di tingkat masyarakat. Kita ada berapa belas maskapai yang aktif di dalam negeri, jadi memang apabila ada tambahan lagi tentunya persaingan akan lebih kompetitif. Sehingga secara logika diharapkan efisiensi di masing-masing airline akan lebih bagus, meningkat, dan harga yang ditawarkan ke masyarakat akan lebih baik bagi masyarakat. Efisiensi? Kalau fuel (bahan bakar.red) terkait dengan pesawat, tetapi mungkin dari sisi operationnya, dari segi maintenance logistiknya, mungkin itu berpengaruh terhadap efisiensi, kalau OTP makin bagus kan berarti makin efisien juga,” papar Isnin kepada VOA.

Imbas naiknya harga tiket pesawat domestik tersebut, kata Isnin, memang menurunkan jumlah penumpang hingga kisaran 15 persen di daerah Pulau Jawa. Namun untuk daerah di luar Pulau Jawa, seperti Sorong, jumlah penumpang justru meningkat.

Hal lain yang mengakibatkan penurunan jumlah penumpang pesawat di Pulau Jawa adalah karena membaiknya infrastruktur seperti jalan tol.

Selain kebijakan, dibutuhkan pula sinergi antar kementerian dan stakeholder agar dunia penerbangan Indonesia semakin sehat sehingga berdampak positif ke sektor lainnya seperti sektor pariwisata, sektor perdagangan dan lain-lain. (gi/em)