kebaya peranakan

Jakarta (Metrobali.com)-

Sebanyak 250 kebaya peranakan dipamerkan untuk menyambut dan menyemarakkan perayaan Tahun Baru Imlek 2566 di Mal Taman Anggrek.

“Kebaya peranakan ini mengambil tema konsep Tionghoa dari motifnya seperti bunga peony dan warna terang,” kata pemilik pameran kebaya peranakan Didin Safrudin, Jakarta, Selasa (17/2).

Didin (30) mengatakan tujuannya mengikuti pameran itu adalah untuk memperkenalkan dan mengembangkan merek lokal supaya orang mencintai produk dalam negeri.

“Kami ingin mengajak anak cinta produk lokal karena sekarang ini banyak brand (merek) luar yang terkenal,” ujar pria yang tinggal di Pejompongan, Jakarta Pusat.

Ia mengatakan kebaya peranakan memberikan kesan mewah dengan bordiran motif bunga peony di bagian leher, sisi bawah pakaian dan bagian lengan yang dipadukan dengan warna cerah khas Tionghoa.

“Kebaya lain kan kesannya tua. Kalau kebaya peranakan anak muda bisa pakai. Kebaya peranakan kami buat lebih detail, lebih modern, padu padan warna, bordir tangan dan mesin,” tuturnya.

Dalam menyambut perayaan Imlek, lanjutnya, warna merah lebih mendominasi pakaian kebaya peranakan yang terlihat dari warna motif bordirannya.

Kebaya peranakan itu diperkaya dengan beragam warna sehingga memberi banyak pilihan seperti mulai hijau muda, hijau cerah, biru muda, putih, hitam, ungu, coklat muda, merah, oranye, merah muda dan kuning.

Ia mengatakan proses pembuatan satu pakaian kebaya membutuhkan waktu selama tiga hari jika menggunakan mesin.

“Dari mulai bordir sampai tiga hari, yang buat lama proses bordir, dari bordir sampai proses padu padan benang,” kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan kebaya peranakan buatan tangan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan buatan mesin, yakni sepekan.

Kebaya dengan proses pembuatan mesin dijual seharga Rp500 ribu sedangkan kebaya buatan tangan dibandrol seharga Rp900 ribu.

Selain motif bunga peony yang umum digunakan, lanjutnya, motif lainnya antara lain bunga sakura, bunga jasmine, burung poenix , dan kupu-kupu.

Ia mengatakan kebaya peranakan itu juga dapat digunakan anak muda dalam kegiatan sehari-hari karena dapat dikombinasikan dengan bawahan jeans, rok dan celana dengan model pipa lurus.

“Warna merah dan oranye terang dipadukan dengan bunga membuat warna bordir lebih ‘nabrak’, kelihatan mewah pas dipakai,” ujarnya.

Selain untuk perayaan Imlek, lanjutnya, konsumen juga membeli kebaya peranakan untuk keperluan acara formal, kerja, dan sehari-hari.

Lebih lanjut ia mengatakan selain kebaya berwarna merah, pembeli juga lebih banyak membeli warna netral seperti hitam dan putih karena mudah dipadupadankan dengan warna pakaian lainnya.

Ia mengatakan kebaya peranakan lebih banyak terjual selama akhir pekan karena pengunjung lebih banyak datang daripada hari lainnya.

“Penjualan pas ‘weekend’ (akhir pekan) bisa 50 lembar, kalau hari biasa cuma 15 lembar, paling banyak sampai 20 lembar,” katanya.

Kebaya peranakan itu, katanya, dipamerkan di salah satu stan sejak Jumat (13/2) hingga Minggu (1/3) selama perayaan Imlek dengan shio kambing itu.

Ia mengatakan pemerintah dapat lebih memberikan perhatian pada promosi dan pemasaran produk hasil usaha kecil dan menengah (UKM) seperti kebaya peranakan yang diproduksinya.

Ia juga berharap anak muda juga lebih mencintai produk lokal sekaligus melestarikan budaya bangsa seperti kebaya dengan memakainya dalam kegiatan sehari-hari. AN-MB