Kuta (Metrobali.com)-

Pemerintah Indonesia menargetkan produksi minyak sawit meningkat sampai 40 juta ton pada 2020. Target peningkatan produksi ini didasarkan atas adanya perluasan lahan baru hingga satu juta hektare. Head of Threat Mitigation Initiative Departement Sawit Wacth, Norman Jiwan mengatakan hal itu di sela-sela acara Konferensi Hak Azasi Manusia dan Bisnis, di Kuta, Bali, Senin (28/11).

Menurut Norman, bisnis sawit ini sangat potensial bagi pengembangan pembuatan bahan bakar alternatif biodiesel atau minyak nabati di Tanah Air. Dengan adanya potensi yang besar ini pula, belakangan ini banyak investor menanamkan modalnya  untuk bisnis kelapa sawit. Selain potensi untung yang besar, juga tertarik karena ongkos buruh serta harga tanah di Indonesia relatif murah dibandingkan di negara-negara lainnya.

“Melihat potensi dan keuntungan yang menjanjikan tersebut serta buruh yang murah, membuat banyak perusahan tertarik untuk terjun dalam industry kelapa sawit,” ujarnya. Seperti diketahui, pendapatan dari sektor industry kelapa sawit pada 2010 mencapai Rp 12 triliun.

Faktor-faktor inilah yang ikut memicu terjadinya perluasan atau ekspansi lahan industri kelapa sawit secara besar-besaran di Tanah Air. Hingga 2011 tercatat satu juta hektare lahan yang digunakan untuk menambah atau memperluas perkebunan sawit di 17 provinsi.

Ancam Ketahanan Pangan

Dampak lain yang ditimbulkan akibat gencarnya perluasan lahan sawit ini, kata Norman, adalah mengancam ketahanan pangan di negeri ini karena perluasan perkebunan tersebut mencaplok lahan pertanian.

Selain mengancam ketahanan pangan, dampak akibat dari perluasan lahan juga menimbulkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan sawit.  Kasus konflik yang sudah dan sedang ditangani Sawit Watch misalnya, mencapai 663 kasus.

“Konflik tersebut timbul akibat perluasan lahan perkebunan sawit di Tanah Air,” kata Norman Jiwan. Menurutnya, perusahaan perkebunan sawit itu cenderung dengan seenaknya mengambil lahan milik warga yang tersebar di 17 provinsi. (rus)