Denpasar (Metrobali.com)-
Peringatan penting disampaikan oleh pengamat pariwisata Bali, Aloysius Purwa. Purwa memprediksi jika tahun depan kondisi pariwisata Bali akan mengalami stagnasi. Hal yang memicu stagnannya pariwisata Bali, menurut dia dilatarbelakangi oleh perubahan status sosial masyarakat yang tidak dibarengi dengan kondisi nyata di lapangan. Selain itu, banyaknya maskapai penerbangan yang menyediakan harga murah atau low cast turut mempengaruhi pariwisata di Tanah Air, khususnya Bali.
Pemicu lainnya, sambung Aloysius adalah tumbuhnya kelas sosial di masyarakat. Menurutnya, 50 juta penduduk Indonesia naik menjadi golongan menengah. Mereka yang berada di posisi kelas menengah juga beranjak naik menjadi golongan kelas atas. Mereka yang berada di kelas atas menjadi kaya raya.
“Dengan background ini, tahun ini pula, walaupun bukan akhir tahun, banyak sekali kawan-kawan kita di Indonesia ini sudah mulai gatal jalan-jalan dengan melihat apa yang mereka pernah dengar tapi belum mereka lihat,” jelas Aloysius, Senin 17 Desember 2012.

Meski Bali masih memiliki daya tarik bagi wisatwan, kondisi pariwisata Bali digempur oleh pembangunan fasilitas pariwisata berlebih. Pembangunan hotel di Bali seperti tak terbendung. “Ijin pembangunan hotel begitu mudah. Hanya memiliki areal tanah yang kurang dari 20 are sudah bis membangun hotel dengan ratusan kamar tanpa kebun, tidak ada parkir yang cukup dan itu banyak bertaburan di sekitar Jalan Raya Sunset Road, Jalan Raya Kuta sampai Kerobokan dan Seminyak. Katanya minimalis tapi ugly pemberi ijin tidak punya taste itu,” tegas mantan Ketua Asosiasi Pariwisata Indonesia (Asita) Bali ini.

Dengan adanya penambahan pembangunan hotel bintang tiga justru malah akan membuat kondisi pariwisata Bali lebih suram lagi. “Kita tidak usah banyak kamar. Dari tamu yang kita perlukan dollarnya, revenuenya. Coba duduk berpikir sejenak seperti dua tahun lalu, Bali dijejali lebih banyak manusia lagi. Apakah revenuenya bertambah? Pembangunan kita ini akan salah dan terbukti masih banyak orang miskin di kampung, keseimbangan ini makin menjauh tidak sesuai dengan Tri Hita Karana,” papar Aloysius.

Apalagi, tingkat okupansi hotel bintang tiga ke bawah rata-rata setahun sebesar 34 persen dan hotel bintang lima okupansinya hampir mencapai 70 persen. “Untuk hotel bintang lima dan lima plus tidak ada masalah, karena mereka punya market yang cukup. Sebelum pembangunan kamar ini kita sudah overload. Dengan suburnya pembangunan hotel, harga kamar pasti turun. Manusia tidak hanya bawa dollar tapi bawa sampah pemikiran,” tutupnya. BOB-MB