Denpasar (Metrobali.com)-

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Linda Amalia Sari Gumelar memperkirakan 20 persen dari sekitar sembilan juta jiwa tenaga kerja Indonesia menjadi korban perdagangan manusia atau “trafficking”.

“Diperkirakan terdapat 6,5-9 juta TKI yang bekerja di luar negeri sekitar 20 persen menjadi korban ‘trafficking’ (perdagangan manusia),” katanya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak mengenai Penanganan Perlindungan Perempuan dan Anak Secara Komprehensif melalui Peningkatan Koordinasi dan Jejaring Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Denpasar, Jumat.

Menurut dia, perdagangan orang merupakan kejahatan kemanusiaan yang terorganisasi yang sama halnya dengan kejahatan lain, seperti narkoba dan penjualan senjata.

“Modus trafficking di Indonesia, 70 persen berawal dari pengiriman tenaga kerja Indonesia yang ilegal ke dalam dan luar negeri,” ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa faktor penyebab meningkatnya perdagangan manusia itu sebagian besar karena faktor kemiskinan dan adanya permintaan yang mengikat dari negara penerima serta tingginya untung yang diperoleh bagi pelaku bisnis buruh migran.

Data yang didapatkan dari Internasional Organization for Migration (IOM) itu juga menyebutkan bahwa setidaknya 90,3 persen dari korban tindak pidana perdagangan orang atau TPPO tersebut terdiri dari perempuan dan hampir 23 persen terdiri dari anak, yang merupakan kelompok rentan terhadap kekerasan.

Sebelumnya melalui Perpres Nomor 69 Tahun 2008, pemerintah telah membentuk adanya Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang yang saat ini dinilai perlu diperkuat keberadaan dan koordinasi baik lintas pusat maupun daerah.

“Gugus tugas di pemerintah daerah harus diperkuat lagi koordinasinya,” katanya.

Gugus tugas yang telah dibentuk dalam menangani kasus tersebut saat ini diminta lebih meningkatkan kewaspadaannya mengingat modus operandi tindak pidana perdagangan orang kini semakin canggih dan berteknologi tinggi.

“Oleh karena itu baik pemerintah maupun seluruh elemen yang mencegah dan menangani tindak pidana perdagangan orang harus lebih cerdik lagi menghadapi modus para pelaku perdagangan manusia,” ucap Linda.

Pihaknya menargetkan gugus tugas itu mampu menekan terjadinya korban perdagangan orang melalui pemberdayaan, memperkuat gugus tugas dan penegakan hukum dari aparat berwenang.

“Kalau koordinasi betul-betul dilakukan, penegakan hukum dilakukan, masyarakat diberdayakan, tentu bisa menekan perdagangan orang itu,” katanya. INT-MB