Denpasar (Metrobali.com)-

Sebanyak 16 penulis muda di Tanah Air dinyatakan lolos untuk mengikuti perhelatan sastra internasional tahunan terbesar di Indonesia, Ubud Writers and Readers Festival (UWRF).

“Para penulis terpilih ini merupakan representasi dari generasi baru penulis Indonesia yang saya percaya akan mampu memberikan sumbangan berharga bagi dunia sastra Indonesia dan dunia di masa mendatang,” kata pendiri dan Direktur Festival UWRF Janet De Neefe di Denpasar, Selasa.

Para penulis yang lolos seleksi akan diundang dan disponsori untuk tampil pada UWRF ke-10 pada 11-15 Oktober mendatang di Ubud, Kabupaten Gianyar.

“Setiap tahunnya UWRF selalu mengundang dan mensponsori penulis terpilih, yang sebagian besar berusia muda, dari berbagai wilayah di Indonesia sebagai perwujudan komitmen kami untuk mendorong dan mempromosikan penulis Indonesia ke kancah global,” katanya.

Para penulis terpilih tersebut adalah Adek Risma Dedees (Bengkulu), Alek Subairi (Surabaya), Astri Apriyani (Jakarta), Bayu Maitra (Jakarta), Bernard Batubara (Pontianak), Dea Anugrah (Bangka), Emil Amir (Makassar), Jun Nizami (Tasikmalaya), Frischa Aswarini (Denpasar), Fitrawan Umar (Sulawesi Selatan), Gusrianto (Padang), Ilham Q Moehiddin (Kendari), Ramayda Akmal (Yogyakarta), Mario F Lawi (Kupang), Skylashtar Maryam (Bandung), dan Tosca Santoso (Jakarta).

“Mereka terdiri dari lima penyair, tujuh penulis cerita pendek (cerpen), dua penulis novel, satu penulis esai dan satu penulis karya jurnalistik,” katanya sembari menyebut lima di antaranya merupakan penulis perempuan, sedangkan 11 merupakan penulis pria.

Sementara itu, Manajer Pengembangan Komunitas UWRF Kadek Purnami menambahkan, para penulis itu terpilih dari 647 penulis yang mengirimkan karya-karyanya untuk mengikuti proses seleksi. “Waktu pengumpulan karya sastra sudah dilaksanakan dari November 2012 sampai 31 Januari 2013,” ujarnya.

Para penulis tersebut berasal dari 120 kota di Indonesia dan terdiri dari 344 penulis pria dan 303 penulis perempuan. “Tahun ini sungguh tahun yang luar biasa, kami tidak menyangka bahwa penulis yang mengikuti proses seleksi jumlahnya mencapai sebesar itu. Tahun lalu yang mengikuti seleksi 279 penulis, sedangkan pada 2011 yang mengikuti seleksi 235 penulis,” kata Purnami.

Hal ini, jelas dia, menunjukkan bahwa UWRF telah menjadi festival sastra yang sangat dipercaya oleh para penulis muda Indonesia.

Proses seleksi akhir dilaksanakan oleh Dewan Kurator yang terdiri dari sastrawan sepuh Prof Dr Sapardi Djoko Damono, akademisi Prof Dr Nyoman Darma Putra, serta penyanyi merangkap novelis Dewi “Dee” Lestari.

Sedangkan salah satu dewan kurator Darma Putra mengemukakan, dari segi bentuk, kebanyakan karya-karya mereka memang bersifat konvensional banyak mengambil gaya realis, namun isi dan struktur naratifnya banyak yang memukau. Hal ini terlihat dalam cerpen-cerpen dan novel.

“Tema-tema lama berupa mitos, masalah adat, dilema keagamaan dan nilai-nilainya yang sudah banyak ditulis pengarang-pengarang sebelumnya, kembali muncul dalam karya-karya kali ini dan digarap dengan perspektif inovatif sehingga menjadi cerita yang enak dibaca,” ujarnya.

Jika dilihat isinya, kata dia, banyak cerita yang mengartikulasikan dengan baik dan memikat suara kaum marjinal seperti rakyat miskin, kaum perempuan, atau golongan yang lemah atau tidak punya suara.

“Walaupun dalam cerita golongan marjinal ini tetap terpinggirkan, suaranya terdengar kencang dalam cerita, dan sebagai pembaca saya merasa sering terhanyut dalam sungai empati puisi dan prosa yang saya seleksi,” ujarnya.

Di sisi lain, Dewi “Dee” Lestari, yang mencuat namanya berkat karya novelnya Supernova dan terakhir karya lintas media Rectoverso, menjelaskan bahwa ada sejumlah kriteria yang digunakan para anggota dewan kurator dalam menilai karya-karya yang masuk.

“Kriterianya mencakup kematangan berbahasa, kematangan membangun cerita atau narasi dan keunikan tema dan konteks. Dengan bahagia, saya bisa berkata bahwa ada penulis-penulis yang sudah sedemikian cemerlang hingga mereka bisa mencuat dengan cukup mudah di antara ratusan naskah yang kami baca. Kami tidak akan heran jika mereka kelak akan mencuat di peta perbukuan nasional, dan mudah-mudahan, internasional,” katanya.

Sapardi Djoko Damono merasa bangga atas kualitas karya-karya para penulis muda Indonesia.

“Sejumlah karya sastrawan yang lebih muda ternyata melampaui ukuran yang saya bayangkan dan hal demikian itu hampir selalu terjadi dalam penilaian yang saya ikuti. Itu membuktikan bahwa dalam kesusastraan tidak dikenal muda atau tua. Sastrawan-sastrawan yang kita anggap baik sekarang ini menulis sejak usia belasan tahun dan tidak pernah menganggap diri mereka penulis remaja,” ujarnya.

Karya-karya para penulis terpilih akan dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam antologi dwi-bahasa UWRF. Keseluruhan program Indonesia UWRF didanai bersama oleh Hivos, sebuah lembaga nirlaba Belanda, dan UWRF sendiri.

UWRF pertamakali diselenggarakan pada 2004 sebagai sebuah respons kultural terhadap Bom Bali 2002 serta upaya memulihkan pariwisata di Ubud. Sejak 2008, UWRF juga serius mengusung misi mmperkenalkan penulis-penulis muda Indonesia ke panggung dunia.

Pada 2012, UWRF menghadirkan 139 penulis dan 65 pemberi workshop dari 38 negara. Festival berlangsung lima hari dan diisi dengan 191 kegiatan, termasuk diskusi panel, jamuan sastra, pementasan sastra dan music, serta peluncuran buku di lebih dari 50 tempat di Ubud, Denpasar, serta di luar Bali. Angka kehadiran pada keseluruhan kegiatan festival mencapai 24,876 orang. Sedangkan website festival mencatat lebih dari 7,4 juta kunjungan. JUN-MB